IHSG Ambruk Cetak Rekor Terendah Sejak Akhir 2023, Ini Penyebabnya!


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk pada perdagangan Jumat (26/4/2024), di tengah memburuknya kembali sentimen pasar global.

Hingga akhir perdagangan, IHSG ambruk 1,67% ke posisi 7.036,07. IHSG kembali terkoreksi hingga menyentuh level psikologis 7.000.

Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan hari ini mencapai Rp 14 triliun dengan volume transaksi mencapai 17 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1,1 juta kali.



Penurunan IHSG didorong oleh kompaknya penurunan semua sektor. Penurunan tertinggi dipimpin oleh sektor cyclical, kesehatan, keuangan, energi dan non-cyclical yang terjun lebih dari 1%.

Beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada akhir perdagangan hari ini. Berikut daftarnya.


Saham perbankan raksasa kembali menjadi penekan utama IHSG di sesi I, dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling besar yakni hingga mencapai 37,04 indeks poin.

IHSG kembali merana sejak keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% pada April 2024,IHSGtelah ambruk 1,58%.

BI memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dalam upaya menstabilkan nilai tukar rupiah.

Alhasil, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah RI atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali melonjak pada hari ini. Berdasarkan data dari Refinitiv, yield SBN acuan tenor 10 tahun melonjak 8,8 basis poin (bp) menjadi 7,21%.

Perlu diketahui, dalam obligasi pergerakan imbal hasil dan harga itu berlawanan arah. Jika imbal hasil naik, maka harga turun, karena banyak investor jualan.

Kenaikan imbal hasil ini bisa berdampak ke sejumlah hal mulai dari melemahnya rupiah, termasuk juga IHSG, hingga beban bunga utang pemerintah yang membengkak.

Sementara itu, IHSG juga melemah di tengah memburuknya sentimen pasar global. Hal ini terjadi setelah Amerika Serikat (AS) merilis data pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2024.

Perekonomian AS diketahui hanya tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan (yoy) pada kuartal I-2024, dibandingkan dengan 3,4% pada kuartal sebelumnya dan di bawah perkiraan sebesar 2,5%. Ini merupakan pertumbuhan terendah sejak kontraksi pada paruh pertama 2022 lalu.

Perlambatan ekonomi ini bisa menjadi sinyal jika dampak pengetatan suku bunga sudah terasa di ekonomi AS. Namun, data lain berbicara sebaliknya. Salah satunya, tercermin dari data klaim pengangguran mingguan yang turun lagi jadi 207.000 untuk pekan yang berakhir pada 20 April 2024, dibandingkan pekan sebelumnya sebanyak 212.000 klaim.

Klaim pengangguran yang turun ini menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih ketat.Hal ini kemudian semakin mengurangi harapan bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed)akan mulai memangkas suku bunga tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Habis Cetak Rekor IHSG Balik Lesu, Saham Ini Biang Keroknya

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts