Nasib Emas, Harganya Terbang Kemudian Turun 3 Pekan Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas melemah pada pekan ini. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif sang logam mulia yang sudah berlangsung selama tiga pekan.

Read More

Pada penutupan perdagangan pekan ini, Jumat (17/2/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.842,18,19 per troy ons. Harga sang logam mulia memang menguat 0,26%.

Namun, secara keseluruhan, emas ambruk 1,21% pada pekan ini. Pelemahan tersebut jauh lebih dalam dibandingkan pekan sebelumnya yang melandai 0,05%.

Pada dua pekan lalu, emas juga ambruk 3,21%. Dengan demikian, harga sang logam mulia sudah ambruk 4,42%.  Padahal, dalam tiga pekan sebelumnya, harga emas terbang 3,3%.



Emas memang sempat naik turun sejak awal Februari 2023 tetapi secara keseluruhan emas ambruk 4,4% sepanjang bulan ini.

Bandingkan dengan pergerakan emas pada Januari yang melambung 5,7%. Sang logam mulia bahkan menembus US$ 1.900 untuk pertama kalinya sejak April 2022.

Pelemahan pada Februari 2023 menegaskan betapa pergerakan emas dengan cepat berubah.

Harga emas sangat ditentukan arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) dan data ekonomi AS.

Emas sempat melambung pada pertengahan Januari 2023 setelah Chairman The Fed Jerome Powell menyebut sudah ada tanda-tanda disinflasi. Namun, emas berubah dengan cepat melemah setelah data-data ekonomi AS bergerak di laur ekspektasi pasar.

Inflasi AS, misalnya, mencapai 6,4% (year on year/yoy) pada Januari 2023. Inflasi jauh di atas ekspektasi pasar yang berada di 6-6,2%.  Data pengangguran AS juga menunjukkan pasar tenaga kerja masih panas.

Pasar bahkan kini mengkhawatirkan jika The Fed akan terus melanjutkan kebijakan agresifnya setelah data inflasi AS keluar. Juga, karena sejumlah pejabat The Fed terus menyuarakan kekhawatiran tingginya inflasi.

Kebijakan moneter yang ketat akan melambungkan dolar AS dan yield surat utang pemerintah AS.

Kondisi ini tentu bukan yang hal yang bagus bagi pergerakan emas. Dolar AS yang menguat akan membuat emas semakin tidak terjangkau karena mahal.

Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga akan kalah saing dengan surat utang pemerintah AS.

“Ekonomi yang masih kuat dan inflasi yang masih kencang bisa mengubah stance The Fed menjadi lebih hawkish. Ini akan membuat investor menjauh dari emas,” tutur analis ActivTrades, Ricardo Evangelista, dikutip dari Reuters.

Pasar kini menunggu data risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan keluar pekan depan. Pelaku pasar berharap risalah tersebut bisa semakin memberi sinyal jelas mengenai kebijakan The Fed ke depan.

Analis independen Ross Norman menjelaskan tren pelemahan emas saat ini menunjukkan sang logam mulia ada di fase atau pola “dead cat bounce”.

Investor biasanya terjebak ke dalam pola tersebut dan merugi. Pola tersebut merujuk pada kenaikan harga aset secara sementara di tengah kondisi bearish atau dalam tren pelemahan yang panjang.

“Emas tengah dalam pola “dead cat bounce” atau pemulihan sementara waktu setelah penurunan yang signifikan atau pulih karena bargain hunting. Kekhawatiran resesi sempat menopang emas,” tutur Norman, kepada Reuters.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Breaking News: Harga Emas Meroket 2% Lebih!

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts