NPL KPR Lebih Tinggi Dibanding Era Pandemi, Ternyata karena Ini


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) kredit pemilikan rumah (KPR) dalam tren memburuk. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan NPL properti berada di level 2,4% per Desember 2023, lebih tinggi dari setahun sebelumnya sebesar 2,1%, serta pada akhir 2020 dan 2021, masing-masing sebesar 2,3% dan 2,2%.

Sementara itu, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan NPL properti per Januari 2024 sebesar 2,63%, naik dari bulan sebelumnya di level 2,47% dan bahkan lebih tinggi dari periode Januari 2023 di level 2,46%. Rasio NPL tersebut lebih tinggi dari tahun 2020 saat pandemi Covid-19 merebak.

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan menilai bahwa hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh era suku bunga tinggi setelah pandemi Covid-19. 

Sebagai informasi, Bank Indonesia mengerek suku bunga acuan sebanyak 250 basis poin (bps) menjadi 6% dalam 15 bulan pada Juli 2022 hingga Oktober 2023. 

Lani melanjutkan, hal itu diikuti oleh pertumbuhan kredit yang tinggi setelah pandemi. Namun dia menilai kenaikan NPL KPR masih dalam batas wajar. 

“Kami konsisten menerapkan proses kredit yang prudent, portfolio management yang mumpuni dan juga cross selling yang baik sebagai bagian dari proses seleksi,” kata Lani ketika dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (14/3/2024).

Lani menambahkan, namun CIMB Niaga berhasil meningkatkan kualitas KPR, di mana rasionya turun menjadi 2% pada 2023, dari sebelumnya 2,4%.

Sementara itu, menurut Direktur Risk Management PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) Setiyo Wibowo rasio NPL pada awal tahun biasanya memang lebih tinggi dibandingkan pada akhir tahun.

“NPL di Januari biasanya memang lebih tinggi dibanding Desember, itu semacam siklus tahunan yang biasanya memang bank-bank lebih aktif dan agresif melakukan collection di akhir tahun, karena untuk memperbaiki kinerja bukunya,” pungkas Setiyo ketika dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (14/3/2024).

Dia juga menyampaikan bahwa BTN, bank pelat merah yang fokus pada pembiayaan perumahan itu, berhasil menjaga kualitas aset KPR dengan rasio NPL sebesar 1,9% di bulan Januari 2024. Setiyo menyebut kualitas yang lebih baik dibanding industri itu dalam tren untuk terus membaik.

Bank swasta terbesar RI PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga berhasil menjaga kualitas kredit KPR di tingkat rendah dibanding industri. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan NPL KPR di BCA sebesar 1,1%, per Desember 2023.

Prudent loan disbursements policy,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia ketika ditanya bagaimana hal itu bisa dicapai, Kamis (15/3/2024).

Dia juga meyakini ke depannya, kualitas aset kredit NPL akan tetap terjaga. “KPR BCA nggak naik NPL-nya,” kata Jahja.

Bank pelat merah lainnya, seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga menyatakan terhindar dari tren negatif NPL properti di industri itu. Tanpa merincikan berapa tingkat NPL KPR saat ini, Direktur Utama BMRI Darmawan Junaidi menyebut trennya terus membaik.

“Tren NPL di Bank Mandiri terus membaik. Kuncinya implementasi best practices Risk Management,” ujarnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (14/3/2024).

Per akhir 2023, NPL di Bank Mandiri secara bank only berhasil turun sebesar 86 basis poin (bps) secara tahunan ke posisi 1,02%.

Sementara itu, bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mengakui mungkin ikut terdampak oleh tren di industri tersebut.

“Kayaknya NPL BNI relatif stabil, hanya naik sedikit,” kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (15/3/2024). Ia tidak mengelaborasikan lebih lanjut.

Adapun NPL gross BNI berada di posisi 2,14% pada tahun 2023, dari setahun sebelumnya 2,81%, dan NPL net ada di posisi 0,61% sepanjang 2023, naik dari tahun 2022 sebesar 0,49%.

Terpisah, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai tren perburukan NPL properti itu disebabkan oleh penurunan ekonomi bagi masyarakat kelas menengah bawah. Meskipun perekonomian Indonesia bertumbuh sekitar 5% secara keseluruhan, dampaknya belum merata.

“Kalau saya melihat hal ini menunjukkan adanya penurunan ekonomi untuk kelas menengah ke bawah yang berdampak pada peningkatan NPL. Ekonomi kita bertumbuh tapi sepertinya banyak berdampak pada menengah ke atas, sementara untuk menengah ke bawah belum terasa secara merata,” kata Trioksa.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Beli Rumah Bebas PPN, Bank Yakin Permintaan KPR Laris Manis

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts