Opec Bikin Pusing, Siap-Siap Harga Minyak Dunia Mendidih Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemangkasan pasokan minyak oleh OPEC+ memicu kenaikan harga minyak dunia.

Read More

Pada pembukaan perdagangan Senin (17/4/2023) pergerakan harga minyak mentah dunia kembali fluktuatif.

Harga minyak mentah WTI  dibuka menguat 0,01% dengan US$82,44 per barel, dibandingkan penutupan harga sebelumnya US$82,43 per barel.

Untuk harga minyak mentah Brent turun 0,24%di level US$86,42 per barel, dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya di level US$86,63 per barel.

Minyak jenis Brent menguat 1,40% selama sepekan kemarin sedangkan, minyak jenis WTI naik 2,26%.

Dilansir dari Reuters, OPEC+ dan IEA telah berselisih dalam beberapa bulan terakhir atas pemangkasan pasokan dan permintaan minyak global mereka.

Pemotongan produksi yang diumumkan oleh produsen OPEC+ berisiko memperburuk defisit pasokan minyak yang diperkirakan terjadi pada pertengahan tahun ini.

Kebijakan mereka juga dapat merugikan konsumen dan menghambat pemulihan ekonomi global, ucap Badan Energi Internasional (IEA) pada hari Jumat (14/4/2023).

Negara-negara konsumen yang diwakili oleh IEA berpendapat bahwa pembatasan pasokan mendorong harga dan dapat menimbulkan resesi. 

OPEC+ sendiri menyalahkan kebijakan moneter Barat atas ketidakstabilan pasar dan inflasi yang menurunkan nilai minyaknya.

“Keseimbangan pasar minyak telah ditetapkan untuk mengetatkan pasokan pada pertengahan tahun 2023, dengan potensi munculnya defisit pasokan yang substansial,” ucap IEA dalam laporan minyak bulanannya.

“Pemotongan terbaru ini berisiko memperburuk ketegangan ekonomi, mendorong harga minyak mentah ke harga yang lebih tinggi. Konsumen yang saat ini dikepung inflasi akan lebih menderita dari harga yang lebih tinggi.”

IEA melihat permintaan 2023 pada rekor 101,9 juta barel per hari, naik 2 juta barel per hari pada tahun lalu dan setara dengan prediksinya bulan lalu.

OPEC+ menyebut keputusan pemotongan tersebut sebagai “tindakan pencegahan” dan dalam laporan minyak bulanan yang diterbitkan pada Kamis pekan lalu.

OPEC mengatakan ada risiko penurunan permintaan minyak musim dari tingkat stok yang tinggi dan tantangan ekonomi.

IEA memperkirakan pasokan minyak global turun 400.000 bpd pada akhir tahun. Pasokan tersebut sudah termasuk perkiraan peningkatan produksi 1 juta bpd dari luar OPEC+ yang dimulai pada bulan Maret versus penurunan 1,4 juta bpd dari blok produsen.

Kenaikan produksi di luar aliansi produsen akan dipimpin oleh Amerika Serikat dan Brasil, dengan Norwegia dan Ekuador juga memberikan kontribusi yang signifikan.

Meningkatnya stok minyak global mungkin telah memengaruhi keputusan OPEC+.

IEA juga mencatat stok industri Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada Januari mencapai level tertinggi sejak Juli 2021 di 2,83 miliar barel.

Gambaran permintaan akan condong antara pertumbuhan yang lesu di negara-negara OECD. Sebaliknya, permintaan yang meningkat dipimpin oleh China setelah pelonggaran pembatasan COVID-19, imbuh IEA.

Sementara itu, ekspor minyak Rusia pada bulan Maret mencapai level tertinggi sejak April 2020 karena produksi yang kuat.

Ekspor tetap naik meskipun ada larangan impor lintas laut dari Uni Eropa dan kebijakan sanksi pembatasan harga yang dipelopori oleh Amerika Serikat.

Pendapatan Rusia di bulan Maret naik $1 miliar per bulan menjadi $12,7 miliar, tetapi masih 43% lebih rendah dari tahun sebelumnya, dikarenakan harga yang dibatasi pada ekspor minyak lintas laut.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Alert! Arab Saudi Cs Bawa Kabar Buruk Bagi Wong Cilik RI

(saw/saw)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts