Pandemi Usai, IHSG Justru Catat Kinerja Paling Jeblok

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham RI tidak sedang baik-baik saja. Buktinya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang semester pertama 2023 melemah 2,76%, ditutup di 6.850,74, paling buruk selama periode pandemi.

Read More

Pencapaian tersebut menjadi yang terburuk sejak 2020, saat itu IHSG turun 5,29% sepanjang paruh pertama 2020. Pada saat itu IHSG ambruk akibat masuknya virus Covid-19 yang baru masuk ke Indonesia pertama kalinya.

Kinerja IHSG hingga paruh pertama 2023 bisa dikatakan kurang memuaskan. Sebab tampak berada di dalam tren sideways. Pergerakannya terbatas di 6.500-6950 saja. 

Berikut kinerja IHSG pada semester pertama 2023 dalam 5 tahun terakhir:

  • 2023: -2,76%
  • 2022: 4,01%
  • 2021: 9,73%
  • 2020: -5,29%
  • 2019: 1,64%

Jika melihat kinerja hariannya, IHSG sepanjang 2023 tidak mampu mencapai penguatan hingga 2%. Paling mentok di 1,71% pada perdagangan 17 Maret 2023.

Di sisi lain, IHSG mencatatkan penurunan paling dalam sebesar 2,34% dan 2,14%. Masing-masing terjadi pada perdagangan 5 Januari 2023 dan 14 Maret 2023.

Secara garis besar kondisi IHSG dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni ketidakpastian ekonomi global.

Mulai dari kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) yang hawkish hingga kondisi ekonomi negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia yang cenderung melemah seperti China.

Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa dia memperkirakan lebih banyak kenaikan suku bunga ke depan karena inflasi masih cukup tinggi dan juga masih cukup jauh dari target yang ditetapkan sebesar 2%.

Komentar tersebut muncul setelah kesimpulan dari pertemuan pekan lalu ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya, setelah 10 kali kenaikan berturut-turut.

Namun, para pejabat The Fed mengindikasikan ada kemungkinan kenaikan dua kali lagi di akhir tahun ini.

Sementara itu, data ekonomi dari China terus mengecewakan. Sektor manufaktur mengalami kontraksi yang dalam, kemudian impor anjlok. Pun dengan pertumbuhan penjualan ritel dan produksi industri yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.

Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS), Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) turun ke level terendah lima bulan di 48,8 tercatat turun dari 49,2 pada April. Angka PMI ini juga mematahkan perkiraan kenaikan menjadi 49,4.

Sektor manufaktur yang berkontraksi juga terlihat dari impor China dilaporkan anjlok 4,5% pada Mei. Bahkan, anjloknya impor sudah terjadi dalam tiga bulan beruntun impor.

Kondisi ini membuat China disebut perlu segera melakukan penyeimbangan perekonomian oleh Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF) Kristalina Georgieva, dari pertumbuhan yang ditopang investasi berubah menjadi konsumsi.

Selain itu, anjloknya harga batu bara juga turut memberikan efek besar. Sebab sektor enrgi ambruk sepanjang 2023.

Harga batu bara dunia anjlok 68,35% sepanjang semester pertama 2023, membuat sektor energi di pasar saham Indonesia ambruk 23,76%.

Kondisi eksternal yang negatif tersebut menenggelamkan kabar positif dari ekonomi Indonesia yang sejauh ini cukup kokoh, kinerja keuangan emiten yang solid, serta bagi-bagi dividen jumbo.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Agak Santai Pekan Lalu, IHSG Bisa Tembus 7.000 Hari Ini?

(ras/ras)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts