Perang Tak Lagi Penting, Investor Emas Cuma Mau Dengerin Fed

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas bergerak di luar kebiasaan. Sang logam mulia tetap melemah di tengah kembali meningkatnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.

Read More

Pada penutupan perdagangan Selasa (21/2/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.834,32 per troy ons. Harga sang logam mulia melemah 0,37%.

Dengan demikian, emas sudah melandai dalam dua penutupan perdagangan beruntun dengan pelemahan mencapai 0,39%.

Harga emas sedikit membaik pada pagi hari ini. Pada perdagangan hari ini, Rabu (22/2/2023) pukul 06: 10 WIB, harga emas ada di posisi US$ 1.834,66 per troy ons. Harganya menguat tipis 0,02%.

Secara keseluruhan, emas anjlok 4,8% sepanjang Februari tahun ini. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penguatan sebesar 5,7% pada Januari 2023.



Emas kembali melemah justru saat perang Rusia-Ukraina kembali memanas. Emas biasanya dicari saat terjadi ketegangan geopolitik karena sang logam mulia dianggap aset aman untuk mengurangi risiko ketidakpastian.

Sebagai catatan, harga emas sempat melambung bahkan menembus US$ 2000 per troy on pada Maret 2022 atau beberapa hari setelah perang Rusia-Ukraina meletus setahun lalu.

Namun, efek perang mulai berkurang sejak kebijakan moneter ketat di Amerika Serikat (AS) dimulai.

Seperti diketahui, situasi perang memanas setelah Presiden AS Joe Biden melakukan kunjungan mendadak ke Ukraina pada hari Senin (20/2/2023) menjelang peringatan setahun serangan Rusia ke Ukraina. Dia menjanjikan tambahan US$460 juta bantuan keamanan untuk Kyiv.

Menyusul kunjungan Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan pidato kenegaraan Selasa (21/2/2023). Dia kembali menegaskan akan melanjutkan serangan ke Ukraina. Menurutnya, upaya Rusia hanya untuk “membebaskan” warga Donbass (Ukraina Timur), agar bisa berbicara dengan bahasanya sendiri.

Alih-alih mempertimbangkan faktor panasnya geopolitik, trader dan investor emas lebih menunggu kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Pelaku pasar berharap bisa mendapatkan sinyal lebih jelas mengenai kebijakan The Fed melalui risalah pertemuan Federal Open market Committee (FOMC) yang akan keluar Kamis besok (23/2/2023).

“Pergerakan emas masih dipengaruhi oleh kebijakan The Fed ke depan. Sinyal kebijakan The Fed diharapkan bisa terlihat dalam risalah FOMC. Jika data ekonomi AS menopang kenaikan suku bunga maka itu akan meredam penguatan emas,” tutur analis Exinity Han Tan, dikutip dari Reuters.

Kebijakan moneter yang ketat akan melambungkan dolar AS dan yield surat utang pemerintah AS.

Kondisi ini tentu bukan yang hal yang bagus bagi pergerakan emas. Dolar AS yang menguat akan membuat emas semakin tidak terjangkau karena mahal.

Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga akan kalah saing dengan surat utang pemerintah AS.

Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks dolar ditutup di posisi US$ 104,18. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 5 Januari 2023.

Sementara itu, imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun melambung ke 3,95. Level tersebut atau yang tertinggi sejak 9 November 2022 atau tiga bulan lebih.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kemarin Melesat Hari Ini Ambrol, Ada Apa Dengan Emas?

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts