Perdana 2023, Rupiah Menguat Tajam Melawan Dolar AS

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah sukses menguat cukup tajam 0,42% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.565/US$ pada perdagangan Senin (9/1/2023). Penguatan ini menjadi yang cukup tajam dan pertama pada 2023. Pada pekan lalu, rupiah hanya menguat sekali, itu pun hanya 0,06%.

Read More

Indeks dolar AS pada perdagangan Jumat jeblok hingga lebih dari 1% menjadi pemicu penguatan rupiah. Hingga sore ini penurunan berlanjut sebesar 0,26%. Sebabnya, pelaku pasar kini sudah menimbang-nimbang apakah bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, atau bisa memangkas suku bunganya lebih cepat.

Seperti diketahui sepanjang 2022, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%, menjadi yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kenaikan tersebut juga menjadi yang paling agresif sejak tahun 1980an.

Pada 2023, The Fed berpeluang menaikkan suku bunga dua kali lagi, 50 basis poin pada Februari dan 25 basis poin sebulan berselang hingga menjadi 5% – 5,25%. Itu kan menjadi level puncak suku bunga di Amerika Serikat, tersirat dari Fed dot plot yang dirilis Desember lalu.

The Fed juga menyatakan suku bunga tidak akan diturunkan hingga 2024.Tetapi, dengan data ekonomi AS yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan, pelaku pasar melihat peluang The Fed bisa menurunkan suku bunga lebih cepat.

Sebelumnya, Institute for Supply Management (ISM) Jumat lalu melaporkan sektor jasa Amerika Serikat mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam dua setengah tahun terakhir.

ISM melaporkan purchasing managers’ index (PMI) jasa turun menjadi 49,6 jauh dari bulan sebelumnya 56,5. Angka di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Kontraksi tersebut menjadi tanda gelapnya perekonomian AS pada 2023, resesi sudah membayangi. Tidak hanya Amerika Serikat, tetapi sepertiga dunia diperkirakan akan mengalami hal yang sama.

“Kami memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia akan berada dalam resesi,” kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF kepada CBS, dikutip Reuters, Senin (2/1/2023).

Mesin utama pertumbuhan yaitu Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China, semuanya mengalami aktivitas yang melemah.

“Tahun 2023 akan lebih sulit dari tahun lalu karena ekonomi AS, Uni Eropa dan China akan melambat,” pungkasnya.

Ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%

“Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi,” kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts