Rayuan BI ke Eksportir Dianggap Kurang ‘Sedap’, Butuh LPS!

Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan instrumen Bank Indonesia (BI) terbaru, dinilai belum terlalu meyakinkan eksportir untuk mau memarkirkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan tanah air.

Read More

Menurut David, harus ada kejelasan kepada para eksportir, apakah lewat instrumen BI mengenai term deposit valas DHE ini juga turut akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atau tidak.

“Perlu dari sisi LPS memberikan jaminan terhadap DHE yang masuk tersebut,” jelas David kepada CNBC Indonesia, Jumat (20/1/2023).

Seperti diketahui, suku bunga penjaminan valuta asing di perbankan yang dijamin LPS hanya 1,75% saat ini.

Menurut David untuk memberikan kepercayaan kepada eksportir ada baiknya suku bunga pinjaman valas dinaikkan, sehingga turut dijamin juga. “Karena kalau di atas 1,75% artinya tidak dijamin,” tuturnya.

Sebab Gubernur BI pada konferensi kemarin telah secara eksplisit mengungkapkan, lewat operasi moneter valas berupa term deposit valas DHE ini, LPS tidak akan diikutsertakan.

Sementara di negara-negara ASEAN lainnya, suku bunga simpanan valas relatif bersaing, karena mereka mengikuti kenaikan suku bunga dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS).

“Ini yang jadi concern, sehingga tentunya penting supaya membuat deposit (valas) di dalam negeri attractive untuk para eksportir tadi,” kata David lagi.

Di sisi lain, kata David instrumen lainnya juga perlu diperluas. Misalnya seperti instrumen hedging di dalam negeri, sehingga menarik para eksportir untuk mengkonversikan DHE-nya ke rupiah.

Dengan semakin banyak masuknya likuiditas valas masuk ke tanah air, otoritas juga perlu membuat instrumen-instrumen yang menarik dari kelas aset, serta menjaga kurs nilai tukar rupiah tetap stabil.

“Ketika instrumen-instrumen ini tidak tersedia ke dalam negeri, maka (eksportir) tak lari ke luar negeri. Kalau bisa instrumen tersebut tersedia di dalam negeri. Sehingga bisa melakukan transaksi-transaksi di dalam negeri,” jelas David.

Seperti diketahui pada 20 Desember 2022, BI telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/18/PBI/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.

Instrumen BI tersebut berupa operasi moneter valas dalam bentuk term deposit valas DHE yang mengacu pada mekanisme pasar. Disertai pemberian insentif kepada bank dengan kewajiban untuk memberikan suku bunga yang kompetitif bagi nasabah eksportir.

Insentif yang diberikan kepada nasabah berupa imbal hasil yang kompetitif. Di tahap awal, nasabah eksportir dapat menempatkan dana hasil ekspor di term deposit valas DHE melalui beberapa bank yang memenuhi kriteria dan ditunjuk oleh BI (appointed bank), serta diumumkan di website BI.

Sementara, insentif yang diberikan kepada perbankan, yakni valas yang diterima oleh perbankan tidak akan diperhitungkan sebagai komponen Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga tidak dihitung sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) dalam valas dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).

“OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sudah konfirmasi ini tidak masuk komponen DPK dalam regulasi dan pengawasan mereka di pass on tidak masuk dalam loanable fund (dana yang tersedia untuk dipinjamkan),” jelas Perry dalam konferensi pers kemarin, dikutip Jumat (20/1/2023).

“Karena itu dari bank terima dari eksportir di pass on ke BI. Demikian LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) gak dimasukkan ke sana,” kata Perry lagi.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Menanti BI Buka-bukaan Data Eksportir Nakal, Apa Mungkin?

(cap/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts