Resesi Di Depan Mata, Wall Street Kembali Dibuka Merana

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kembali dibuka di zona merah pada perdagangan Jumat (16/12/2022), karena investor terus menghindari pasar saham hingga akhir tahun, di tengah kekhawatiran resesi yang berpotensi akan terjadi tahun depan karena kenaikan suku bunga bank sentral AS.

Read More

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka melemah 0,71% ke posisi 32.966,5, S&P 500 terkoreksi 0,63% ke 3.871,34, dan Nasdaq Composite terdepresiasi 0,34% menjadi 10.773,76.

Investor masih mencerna rilis data penjualan ritel yang mengecewakan karena kembali mengalami penurunan, menandakan bahwa konsumen masih enggan untuk berbelanja akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Sebelumnya pada Kamis kemarin, Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel pada bulan lalu turun menjadi 0,6%, dari sebelumnya sebesar 1,3% pada Oktober lalu. Angka ini juga lebih rendah dari ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang memperkirakan penurunan sebesar 0,3%.

Aksi jual di Wall Street sudah dimulai sejak Rabu lalu, setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengisyaratkan bahwa mereka masih akan melanjutkan sikap hawkish-nya hingga tahun depan.

The Fed juga memproyeksikan bahwa Federal Fund Rates akan mencapai puncaknya pada 5,1% tahun depan, lebih tinggi dari perkiraan pasar.

Sebelumnya pada Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bp) menjadi kisaran 4,25% – 4,5%. Kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Dengan ini, maka The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya hingga 425 bp sepanjang tahun ini. Sebelum pertemuan terakhir, The Fed sempat menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 bp dalam empat kali beruntun.

“Setelah mencungkil harapan untuk The Fed pivot, investor masih cenderung merespons negatif dari pernyataan FOMC, yang mengulangi tema Jerome Powell tentang suku bunga lebih tinggi dan akan bertahan lama,” kata John Lynch, kepala investasi di Comerica Wealth Management, dikutip dari CNBC International.

Mereka juga akan mencari petunjuk tentang kebijakan The Fed di masa depan dari pejabat The Fed seperti John Williams, Michelle Bowman dan Mary Daly. Investor juga mencoba untuk mengukur laju kenaikan suku bunga di masa depan dan pandangan ekonomi The Fed.

Di lain sisi, investor juga menanti rilis data flash reading dari aktivitas manufaktur dan jasa pada periode Desember 2022.

Konsensus pasar dalam survei Trading Economics memperkirakan data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada purchasing manager’s index (PMI) versi S&P Global bulan ini tidak berubah dari periode November 2022 yakni di angka 47,7.

Sedangkan untuk PMI jasa AS bulan ini versi S&P Global diperkirakan naik sedikit menjadi 46,8, dari sebelumnya pada bulan lalu di angka 46,2.

Namun keduanya diperkirakan masih berada di zona kontraktif. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Wall Street Dibuka Loyo Lagi, Gegara Saham Snap?

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts