Resesi Settingan Bakal Banyak Terjadi di 2023, Bahaya?

Jakarta, CNBC Indonesia – Resesi yang akan melanda berbagai negara, bahkan dunia di tahun depan semakin nyata akan terjadi. Namun, bisa dikatakan resesi yang terjadi adalah “settingan” dari bank sentral di berbagai negara guna menurunkan inflasi yang sangat tinggi.

Read More

Seperti diketahui, inflasi tinggi sedang melanda banyak negara. Bank sentral pun merespon dengan kenaikan suku bunga yang agresif. Semakin tinggi suku bunga, maka ekspansi dunia usaha menjadi terhambat akibat tingginya bunga kredit, begitu juga konsumsi masyarakat yang berisiko menurun dan lebih banyak melalukan saving.


Hal ini tentunya menghambat laju pertumbuhan ekonomi, bahkan bisa mengalami resesi jika suku bunga terlalu tinggi.

Semua bank sentral tahu akan hal tersebut, tetapi tetap sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Tujuannya untuk segera meredam demand, bahkan jika resesi terjadi akan “lebih menguntungkan” sebab konsumsi masyarakat berisiko menurun dan inflasi tinggi bisa lebih cepat diselesaikan.

Bank sentral memilih mengorbankan perekonomian demi menurunkan inflasi.

Kepala ekonom China di Nomura, Ting Lu, bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China lebih dalam lagi.

China memang tidak akan resesi, negara Barat tidak seberuntung itu.

Eropa diperkirakan akan mengalami resesi di kuartal I-2023, berdasarkan hasil survei terbaru Reuters ke para ekonom. Artinya dalam dua bulan ke depan, Eropa mulai memasuki resesi jika prediksi tersebut benar.

Median hasil survei tersebut menunjukkan kemungkinan resesi terjadi di zona euro sebesar 78%, naik dari survei Oktober lalu sebesar 70%.

PDB di kuartal IV-2022 diperkirakan akan mengalami kontraksi 0,4%, begitu juga pada periode Januari – Maret 2022. Sehingga secara teknis disebut mengalami resesi.

Tidak hanya China dan Eropa, Amerika Serikat juga akan menyusul. Ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%.

“Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi,” kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, Rabu (30/

Sementara itu investor ternama, Michael Burry, memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi selama beberapa tahun.

“Strategi apa yang bisa mengeluarkan kita dari resesi? Kekuatan apa yang bisa membawa kita keluar? Tidak ada. Kita akan mengalami resesi bertahun-tahun,” kata Burry dalam cuitannya di Twitter, sebagaimana dilansir Business Insider.

Meski diprediksi akan mengalami resesi, tetapi nyatanya bank sentral tetap terus menaikkan suku bunga hingga tahun depan.

Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell sudah mengatakan laju kenaikan suku bunga bisa dikendurkan di bulan ini. Artinya suku bunga mungkin akan dinaikkan 50 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%, tidak lagi 75 basis poin.


Tetapi, suku bunga masih akan tetap dinaikkan hingga awal tahun depan. Pasar melihat suku bunga The Fed berada di 5% pada Maret 2023.
“Ini adalah resesi buatan Fed, jadi pada akhirnya ketika dia melakukan pivot, pasar harus bergerak lebih tinggi dengan cukup cepat,” kata Steve Grasso, CEO Grasso Global, dikutip dari CNBC International pekan lalu.

Grasso menyatakan tersebut saat pasar saham AS menguat merespon pernyataan Powell terkait kemungkinan dikuranginya laju kenaikan suku bunga.

Sementara itu, Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) menjadi yang paling terang-terangan menyatakan akan mengalami resesi. Bahkan, resesi yang terpanjang dalam sejarah.

Biro Statistik Inggris pada Jumat (11/11/2022) pekan lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) di kuartal III-2022 mengalami kontraksi sebesar 0,2% dari kuartal sebelumnya. Sementara jika dilihat dari kuartal III-2021, PDB mampu tumbuh 2,4%.


Jika di kuartal IV nanti PDB kembali mengalami kontraksi, maka Inggris dikategorikan masuk resesi teknikal.

“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan terus merosot selama 2023 dan berlanjut hingga semester I-2024 akibat tingginya harga energi dan pengetatan kondisi finansial akan membebani belanja rumah tangga,” kata BoE.

Meski akan mengalami resesi, tetapi BoE menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga.

Sekali lagi, langkah tersebut menunjukkan jika resesi yang terjadi merupakan “settingan” bank sentral, guna menurunkan inflasi.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Awas! Kalau Dunia Resesi, Ini Dampak Buruknya Bagi RI

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts