Rupiah Dibuka Melemah, Dolar AS Kembali Tembus Rp 15.000

Jakarta, CNBC Indonesia – Keperkasaan Rupiah pupus dengan melemahnya nilai mata uang Garuda terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penyebabnya adalah data pengangguran AS di bawah ekspektasi pasar dan inflasi Jepang yang semakin tinggi.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, Rupiah melemah 0,20% terhadap dolar AS ke angka Rp 15.015/US$1. Depresiasi Rupiah hari ini telah mematahkan tren penguatan Rupiah dalam dua hari terakhir dan kembali bergerak di atas level psikologis Rp 15.000/US$1.



Pelemahan Rupiah hari ini didasarkan khususnya oleh faktor eksternal.

Pagi ini Jepang baru saja merilis data laju inflasi secara tahunan dan inflasi inti secara tahunan. Tingkat inflasi tahunan di Jepang naik tipis menjadi 3,3% pada Juni 2023 dari 3,2% pada Mei tetapi kurang dari perkiraan pasar sebesar 3,5%.

Sedangkan inflasi inti secara tahunan naik menjadi 3,3% pada Juni 2023 atau naik dari periode sebelumnya yang berada di angka 3,2%. Meskipun angka inflasi inti sesuai dengan yang konsensus harapkan, namun masih jauh di atas dari target Bank of Japan (BoJ) yang menginginkan di angka 2%.

Sebagai informasi, BoJ tetap mempertahankan suku bunga yang sangat rendah dan tidak melakukan penyesuaian pada kontrol kurva imbal hasil pada pertemuan bulan Juni.

Berita buruk lainnya datang dari Amerika Serikat. Penjualan rumah yang ada turun 3,3% untuk bulan ini dibandingkan bulan sebelumya, lebih buruk dari perkiraan Dow Jones yang turun 2,3%.

Dibandingkan dengan Juni tahun lalu, penjualan 18,9% lebih rendah. Itu adalah laju penjualan paling lambat untuk Juni sejak 2009.

Sementara jumlah pekerja AS yang mengajukan pengangguran juga turun hanya 9.000 menjadi 228.000 dalam pekan yang berakhir 15 Juli. Angka itu di bawah ekspektasi pasar sebesar 242.000.

Klaim pengangguran yang hanya turun sedikit tersebut menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS masih panas. Data tenaga kerja menjadi pertimbangan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga.

Jika data tenaga kerja masih panas maka sulit bagi The Fed untuk melunak.

“Kami memperkirakan bahwa ekonomi AS kemungkinan akan mengalami resesi dari kuartal III-2023 hingga kuartal I-2024. Kenaikan harga, kebijakan moneter yang lebih ketat, kredit yang lebih sulit didapat, dan pengurangan pengeluaran pemerintah bisa meredam pertumbuhan ekonomi lebih lanjut,” kata Justyna Zabinska -La Monica, manajer senior indikator siklus bisnis di The Conference Board yang dikutip dari CNBC International.

Sedangkan dari China, Bank Sentral China (PBoC) kemarin baru saja mengumumkan suku bunga tenor satu tahun dan lima tahun tidak naik maupun turun alias sama dengan periode sebelumnya. Data Loan Prime Rate tenor satu tahun di angka 3,55% sedangkan tenor lima tahun di posisi 4,20%

Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar yang tetap mempertahankan suku bunganya dibandingkan periode sebelumnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts