Rupiah Kembali Melemah, Dolar AS ke Rp 15.655


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan hari ini. Pelemahan ini memperpanjang tre negatif rupiah yang juga melemah pada tiga hari perdagangan sebelumnya.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,13 % di angka Rp15.655/US$ pada Rabu (28/2/2024) pukul 09.04 WIB. Pada perdagangan kemarin, rupiah juga melemah 0,06%.



Pergerakan nilai tukar rupiah hari ini akan dibayangi oleh rilis data Amerika Serikat (AS), minat investor asing ke Surat Berharga Negara (SBN), serta rancangan awal Anggaran dan Pendapatan Negara (APBN) 2025.

Dari AS, Negara Paman Sam akan merilis data perkiraan kedua dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) pada kuartal IV-2023.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PDB AS pada perkiraan kedua secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq) mencapai 3,3%, lebih rendah dari posisi kuartal III-2023 yang mencapai 4,9%.

Sebelumnya pada Selasa (27/2/2024), Departemen Perdagangan AS melaporkan pesanan barang tahan lama turun lebih besar dari perkiraan pada Januari lalu, dengan faktor utamanya adalah penurunan besar dalam permintaan transportasi.

Pesanan barang tahan lama anjlok 6,1% pada bulan lalu, lebih buruk dari penurunan 0,3% yang direvisi ke bawah pada Desember 2023 dan estimasi Dow Jones yang memperkirakan penurunan sebesar 5%.

Sebelumnya, data keyakinan konsumen AS menunjukkan indeks turun menjadi 106,7 pada Februari 2024, dari 110,9 pada Januari ataupun ekspektasi pasar yakni 115.1.

Fakta-fakta di atas mencerminkan adanya perlambatan ekonomi AS yang bisa berimbas kepada kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Jika ekonomi AS makin melemah maka ada harapan The Fed memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Kondisi ini akan menguntungkan rupiah karena investor bisa melepas dolar AS dan membeli instrumen lain seperti rupiah.

Sentimen rupiah lain akan datang dari dalam negeri yakni rancangan APBN dan lelang SBN.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menetapkan rancangan defisit APBN pada 2025 sebesar 2,48%-2,8%. Angka defisit itu melebar dari yang ditetapkan untuk APBN 2024 sebesar 2,29%. Seperti diketahui, APBN 2025 akan menjadi pedoman presiden berikutnya. Melihat data real count Komisi Pemilihan Umum (KPU), APBN tersebut akan digunakan Prabowo Subianto.

Rancangan defisit itu diiringi dengan target pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,3%-5,6%. Di atas target pertumbuhan 2024 sebesar 5,2% dan realisasi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,05%.

Pelebaran defisit yang tidak bisa dijaga juga bisa berdampak besar kepada keyakinan pasar keuangan yang bisa melemahkan nilai tukar rupiah.

Sejauh ini, investor asing masih memandang positif Indonesia seperti tercermin dari lelang Surat Utang Negara (SUN).

Pemerintah melaksanakan lelang SUN pada kemarin, Selasa (27/2/2024) untuk tujuh seri obligasi, yakni seri SPN12240529 (reopening), SPN12250213 (reopening), FR0101 (reopening), FR0100 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) dan FR0102 (reopening) melalui sistem lelang Bank Indonesia.

Adapun total hasil penawaran (incoming bids) dari semua seri yang ditawarkan cukup atraktif mencapai Rp61,04 triliun. Dari nilai tersebut, pemerintah menyerap (awarding bids) sebanyak Rp24 triliun.

Terkhusus untuk investor asing minat yang masuk terpantau melonjak cukup signifikan mencapai Rp10,40 triliun, dengan serapan sebesar Rp3,63 triliun. Nilai tersebut terbilang di atas dua kali lipat dari raihan lelang sebelum dan menjadi yang tertinggi sejak akhir Januari lalu.

Masuknya asing menjadi kabar baik bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingat investor asing sempat meninggalkan lelang SBN pada dua pekan lalu.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Cadangan Devisa Jadi Harapan, Apakah Rupiah Bisa Menguat?

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts