Tak Terkesan Dengan Pertumbuhan Ekonomi RI, Rupiah Jeblok 1%!

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (6/2/2023). Rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.050/US$, merosot lebih dari 1% di pasar spot.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekonomi Indonesia tercatat tumbuh 5.01% year-on-year (yoy) pada kuartal IV-2023. Realisasi tersebut tidak jauh berbeda dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia.

Dari 12 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% year-on-year (yoy).

Sepanjang 2022, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,31%. Adapun, pertumbuhan kali ini didorong oleh kinerja ekspor yang luar biasa sepanjang 2022.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan bahwa pertumbuhan 5,31% merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2013.

“5,31% ini tertinggi sejak tahun 2013, dibandingkan secara nominal tahun 2022, ini lebih tinggi dari 2019,” papar Margo dalam konferensi pers, Senin (6/2/2023).

Rilis data yang tidak jauh berbeda dengan ekspektasi pasar praktis tidak memberikan dampak besar ke rupiah. Sepanjang perdagangan, rupiah terus tertekan.

Tanda-tanda rupiah bakal terpuruk sudah terlihat sejak Jumat malam pekan lalu. Indeks dolar AS kala itu melesat setelah rilis data tenaga kerja.

Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang,

Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Dalam kondisi normal pasar tenaga kerja yang kuat, tingkat pengangguran yang turun, serta rata-rata upah per jam yang naik cukup tinggi adalah kabar baik. Tetapi dalam kondisi saat ini itu menjadi berita buruk.

Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit turun ke target bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%. Artinya ada risiko The Fed kembali akan agresif menaikkan suku bunga, dan suku bunga tinggi ditahan lebih lama lagi.

Untuk diketahui, pasar saat ini melihat puncak suku bunga The Fed di kisaran 4,75% – 5%, artinya akan naik 25 basis poin lagi dari level saat ini. Selain itu, The Fed juga diperkirakan akan memangkas suku bunganya di akhir tahun nanti.

Tetapi, dengan rilis data pasar tenaga kerja yang masih kuat, harapan tersebut mulai terkikis.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts