Tanda-Tandanya Bursa Asia Mau Loyo Lagi Nih!

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung terkoreksi pada perdagangan Selasa (20/12/2022), di mana investor di kawasan tersebut akan memfokuskan perhatiannya ke bank sentral China dan Jepang.

Read More

Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka naik tipis 0,03% dan Straits Times Singapura juga naik tipis.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka merosot 0,98%, Shanghai Composite China melemah 0,26%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,49%, dan KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,35%.

Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya pada hari ini, di mana suku bunga pinjaman (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun tetap di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun juga tetap di 4,3%.

Hal ini sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya yang memperkirakan PBoC kembali mempertahankan suku bunga acuannya.

Pelemahan nilai tukar mata uang yuan dan aliran keluar dana asing telah membatasi kemampuan PBoC untuk melonggarkan kondisi moneter demi menopang ekonomi.

Di lain sisi, PBoC pekan lalu memperingatkan bahwa laju inflasi mungkin akan mengalami percepatan (akselerasi) seiring dengan permintaan domestik China yang meningkat, indikasi bahwa wilayah pelonggaran kebijakan moneter mungkin cukup terbatas.

Sementara itu dari Jepang, bank sentral (Bank of Japan/BoJ) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya pada hari ini.

Konsensus pasar dalam survei Trading Economics memperkirakan BoJ akan kembali mempertahankan kebijakan suku bunga ultra longgarnya pada hari ini, yakni di -0,1%.

Jika prediksi ini benar, maka BoJ menjadi salah satu bank sentral di dunia yang masih bersikap dovish hingga kini, setelah China, di tengah banyaknya bank sentral yang sudah bersikap hawkish.

Secara terpisah, pemerintah Jepang dan BoJ akan merevisi pernyataan yang berkomitmen pada target inflasi 2% sedini mungkin, menurut Kyodo News.

Investor pun akan mengamati dengan seksama setiap perubahan bahasa pada komitmennya terhadap target inflasi 2%.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street yang kembali lesu pada perdagangan Senin kemarin, di mana Wall Street belum pernah menguat lagi sejak bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,49%, S&P 500 merosot 0,91%, dan Nasdaq Composite ambles 1,49%.

The Fed pada Kamis pelan lalu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%.

Kenaikan tersebut memang lebih rendah dari sebelumnya yakni 75 basis poin (bp) selama 4 kali berturut-turut. Tetapi memproyeksikan suku bunga ke depannya berada di kisaran 5% – 5,25% dan akan dipertahankan hingga 2024.

Artinya, higher for longer. Bank sentral lainnya pun sama, tetap berkomitmen menaikkan suku bunga sampai inflasi menurun.

Alhasil, ancaman dunia resesi tahun depan kian nyata dan semakin dekat.

“Kebijakan moneter secara cepat menjadi restriktif sekarang, The Fed menaikkan suku bunga 400 basis poin dalam tempo 9 bulan. Risiko resesi akan semakin meninggi sekarang setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan kita harus bersiap untuk kenaikan selanjutnya,” kata Edward Moya, strategist pasar senior di Oanda dalam catatannya kepada klien yang dikutip CNBC International.

Ketua The Fed, Jerome Powell sebelumnya mengatakan suku bunga akan terus dinaikkan, meski belakangan inflasi sudah mulai menurun.

“Data inflasi yang kita lihat pada Oktober dan November menunjukkan penurunan kenaikan harga secara bulanan. Tetapi masih diperlukan bukti yang substansial agar yakin inflasi berada pada jalur penurunan,” kata Powell dalam konferensi pers Kamis pekan lalu.

Pernyataan Powell tersebut mengindikasikan kampanye The Fed menurunkan inflasi masih jauh dari kata selesai, suku bunga meski sudah berada di level tertinggi dalam 15 tahun terakhir akan kembali dinaikkan dan ditahan pada level tinggi dalam waktu yang lama.

“Pada awal pekan (minggu lalu) kita memiliki harapan, melihat rilis data inflasi, kita akan berharap The Fed, dan beberapa bank sentral lainnya di dunia akan menjadi kurang hawkish, kata founder Bokeh Capital, Kim Forrest, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat pekan lalu.

Sebagai catatan, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Amerika Serikat sudah mengalami penurunan 5 bulan beruntun, pada November tumbuh 7,1% year-on-year (yoy). Angka itu turun jauh dari puncaknya 9,1% pada Juni lalu yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

“Tetapi nyatanya tidak dan mereka dengan tegas memberikan pesan ke investor maupun konsumen jika bank sentral fokus untuk menurunkan inflasi secepatnya. Harapan jika perekonomian akan mengalami soft landing (pelambatan ekonomi yang tidak tajam) menjadi sirna,” tambah Forrest.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kode Keras Buat IHSG, Bursa Asia Melesat!

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts