Terbang Tinggi, Rupiah Menguat 1% Lebih Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah perkasa terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) dengan melanjutkan penguatan pada hari terakhir perdagangan pekan ini, Jumat (14/7/2023). Pengumuman Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang baru saja dirilis serta ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter di AS.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, Rupiah ditutup menguat 0,07% ke angka Rp 14.955/US$ pada hari ini. Kenaikan Rupiah ini menjadi tren positif yang kembali berlanjut selama beruntun selama empat hari beruntun.

Sepanjang pekan ini, rupiah bahkan mampu terbang 1,15% sepekan. Penguatan berbanding terbalik ketika rupiah 0,93% sepekan pada pekan lalu.



Salah satu faktor penopang rupiah adalah dirilisnya aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Aturan tersebut memberikan banyak penegasan mengenai kewajiban penempatan DHE di Indonesia. Dengan demikian, pasokan dolar AS diharapkan mengalir ke pasar keuangan dalam negeri sehingga rupiah diuntungkan.

Salah satu penegasan adalah adanya besaran minimum DHE yang ditempatkan serta sanksi administratif. 

Sementara itu, sanksi administratif tersebut adalah penangguhan atas pelayanan ekspor. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2023 tentang DHE dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam ini menggantikan aturan sebelumnya PP No. 1 Tahun 2019.
Sebagai informasi, aturan ini berlaku pada 1 Agustus 2023.

Terkait aturan ini, eksportir harus menyimpan minimal 30% dari selama minimal 3 bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA. Pengaturan mengenai batasan nilai Ekspor pada PPE yang dikenakan DHE SDA yaitu paling sedikit US$250.O00 atau ekuivalennya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang ditahan selama tiga bulan bisa mencapai US$ 50 miliar.

“Jadi devisa hasil ekspor diwajibkan ditahan tiga bulan, yang ditahan itu sekitar 30%. Dari situ, angka hitungan kami menunjukkan, kita bisa simpan dalam setahun sekitar US$ 40 sampai US$ 50 miliar,” papar Airlangga dalam paparannya di BUniverse Economic Outlook, dikutip Jumat (14/7/2023).

Sentimen yang tak kalah pentingnya datang dari dolar AS. indeks dolar babak belur hingga menyentuh level 99,96% kemarin. Level tersebut adalah yang terendah sejak April 2022.

Indeks dolar jeblok setelah inflasi AS melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023, dari 4% (yoy) pada Mei.
Laju inflasi AS jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi Juni sebesar 3,1%. Laju inflasi Juni juga menjadi yang terendah sejak Maret 2021.

Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS melandai mencapai 0,2% dari 0,1% pada bulan Mei. Inflasi tersebut juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.

Sementara itu, inflasi inti AS mencapai 4,8% (yoy) pada Juni 2023, dari 5,3% (yoy) pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, inflasi inti mencapai 0,2% (mtm) pada Juni tahun ini, lebih rendah dibandingkan 0,4% pada Mei.
Inflasi inti jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi inti di angka 5% (yoy) dan 0,3% (mtm).

Dengan inflasi yang melandai, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diharapkan bisa melunak secepatnya. Kebijakan The Fed yang melunak akan membuat dolar akan terus terpuruk sehingga rupiah pun untung.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bocoran Isi Aturan Dolar Eksportir, Wajib Tukar ke Rupiah?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts