Warga RI Makin Jarang Nabung, Bank Kecil dan Menengah Berebut DPK


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Pertumbuhan tabungan masyarakat melesu, membuat tren perbankan menggunakan sumber pendanaan non dana pihak ketiga (DPK) meningkat. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat sumber dana non DPK dalam tren meningkat sejak Juli 2023, dan naik 3,28% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 585,82 triliun, per Januari 2024.

Hal ini menunjukkan, bank mulai mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan kredit yang meningkat pesat, namun tidak diikuti dengan pertumbuhan dana yang dihimpun. Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai perbankan secara umum tidak ada masalah dengan funding gap tersebut, kondisi likuiditas bank masing-masing berbeda.

Ia mengatakan pertumbuhan DPK dari dulu memang tidak lebih tinggi dari pertumbuhan kredit. Namun begitu, bank harus tetap mengumpulkan dana masyarakat guna menjaga likuiditasnya.

“Bagi bank-bank besar, likuiditas mereka masih sangat baik. Pertumbuhan DPK mereka masih mencukupi. Di beberapa bank menengah kecil memang DPK ini masalah. Itu masalah klasik. Untuk itu, mereka menawarkan bunga tinggi,” ujar Piter kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/3/2024).

“Tapi bank memang harus mengumpulkan DPK. Kalau gagal mengumpulkan DPK mereka gagal jadi bank.”

Maka demikian, terjadi persaingan antara bank menengah kecil dalam merebutkan dana masyarakat. Bank kecil menengah pun membeberkan strateginya dalam menjaga likuiditas.

Bank Sinarmas (BSIM) mengaku pertumbuhan DPK per Februari 2024 masih flat. Bank milik Grup Sinarmas itu pun fokus menghimpun dana nasabah individu serta korporasi dengan berbagai korporasi.

“Bank Sinarmas masih meneruskan fokus pada pengumpulan dari nasabah-nasabah individu non-korporasi, terutama melalui inisiatif strategis kami berupa Sinarmas Prioritas. Serta menggalang DPK korporasi dengan tingkat suku bunga serta layanan yang lengkap,” ujar Direktur Bank Sinarmas Miko Andidjaja kepada CNBC Indonesia, Jumat (22/3/2024).

Sama halnya dengan Allo Bank Indonesia (BBHI) yang menyatakan masih mengandalkan DPK untuk sumber pendanaan dan tidak berencana menerbitkan obligasi. Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo mengatakan pihaknya yakin strategi mereka dapat menciptakan ikatan kuat pada dana masyarakat.

“Kami percaya bahwa strategi kami menawarkan produk, layanan dan customer engagement/experience melalui mobile application secara keseluruhan mampu menciptakan retention dan ikatan yang kuat dengan nasabah yang berdampak pada stickiness dari dana yang mereka percayakan di Allo Bank,” kata Indra saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (22/3/2024).

Secara umum, kata dia, strategi Allo Bank adalah untuk terus mengembangkan value proposition dari produk-produk pendanaan bank tersebut. Terutama tabungan, dengan meluncurkan beragam inovasi produk dan layanan perbankan digital yang memungkinkan nasabah untuk ‘Experience a Simple Life’.

Indra memberi contoh produk Allo Grow yang diluncurkan pada Agustus 2023 dalam aplikasi mobile Allo Bank. Produk itu disebut mampu memberikan pengalaman fleksibilitas bagi generasi muda untuk memisahkan tabungan menjadi beberapa pos dan dapat ditarik kapan saja sesuai kebutuhan mereka. Suku bunga yang ditawarkan 4,0% hingga 6,5% p.a.

Sementara itu, Bank Oke Indonesia (DNAR) mengaku pertumbuhan DPK mengalami penurunan sepanjang tahun 2024. Namun, Direktur Bank Oke Efdinal Alamsyah menyebut kondisi likuiditas bank itu masih cukup baik. Sehingga, Bank Oke belum memikirkan persoalan funding gap ini.

“Tetapi alternatif pendanaan jangka pendek bisa didapatkan dari pasar uang atau melakukan transaksi repo terhadap sekuritas yg dimiliki oleh bank,” kata Efdinal saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (22/3/2024).

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Warga RI Makan Tabungan & DPK Lesu, Ini Temuan OJK

(ayh/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts