Waspada Bursa Asia Rontok! Korea Selatan Ambruk 1,47%


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia — Bursa Asia-Pasifik melemah pada perdagangan Rabu (3/4/2024),di mana investor akan memantau pergerakan saham terkait produsen kendaraan listrik setelah emiten produsen kendaraan listrik top global melaporkan penurunan penjualan pada kuartal I-2024.

Per pukul 08:30 WIB, hanya Shanghai Composite China yang cenderung menguat pada hari ini, yakni naik tipis 0,02%.

Sedangkan sisanya terpantau melemah. Indeks Nikkei 225 Jepang ambles 1,01%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,2%, Straits Times Singapura merosot 0,79%, ASX 200 Australia ambrol 1,25%, dan KOSPI Korea Selatan ambruk 1,47%.

Investor di Asia-Pasifik akan memantau pergerakan saham produsen kendaraan listrik, setelah Tesla dan BYD (produsen kendaraan listrik asal China) melaporkan penurunan penjualan kendaraan listrik pada kuartal I-2024.

Tesla melaporkan penjualan kendaraan listriknya anjlok 8,5% pada kuartal I-2024, membuat sahamnya pun ditutup ambles 4,9%. Tak hanya Tesla saja, BYD juga melaporkan penjualan di kuartal I-2024 juga ambruk 43%.

Di lain sisi, investor juga akan memantau data sektor jasa China pada periode Maret 2024.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah jatuhnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan kemarin, karena data tenaga kerja terbaru yang masih cukup panas

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1%, S&P 500 terkoreksi 0,72%, dan Nasdaq Composite berakhir merosot 0,95%.

Koreksinya Wall Street kemarin terjadi karena imbal hasil (yield) Treasury kembali naik hingga menyentuh level tertinggi sejak 28 November 2023. Yield Treasury acuan tenor 10 tahun naik 2,6 basis poin (bp) menjadi 4,355%.

Kenaikan yield Treasury disebabkan karena data ekonomi dan tenaga kerja AS kembali meningkat, membuat pelaku pasar kembali mengurangi ekspektasinya terhadap pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Sebelumnya pada Jumat pekan lalu,Inflasi PCE AS pada Februari 2024 naik menjadi 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Januari lalu sebesar 2,4%. Meski begitu, angka ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

Namun secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi PCE cenderung melandai sedikit menjadi 0,3%.

Sementara untuk inflasi PCE inti, yang tidaktermasuk makanan dan energi meningkat 2,8% pada Februari lalu, lebih rendah sedikit dari posisi Januari lalu yang tumbuh 2,9%. Angka ini juga sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Bahkan, data ekonomi AS lainnya juga mulai kembali pulih. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur meningkat menjadi 50,3 pada Maret lalu, menjadi yang tertinggi dan pertama di atas 50 sejak September 2022, dari sebelumnya di angka 47,8 pada Februari lalu.

Hal ini menunjukkan sektor manufaktur, yang terpukul oleh kenaikan suku bunga, mulai pulih. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Di lain sisi, Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) dalam Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) melaporkan jumlah lowongan pekerjaan pada hari kerja terakhir Februari mencapai 8,75 juta. Angka ini lebih rendah dari posisi Januari lalu sebanyak 8,86 juta pembukaan pada dan sedikit di atas ekspektasi pasar sebesar 8,74 juta.

“Sepanjang bulan ini, jumlah karyawan dan total pemutusan hubungan kerja tidak banyak berubah, masing-masing sebesar 5,8 juta dan 5,6 juta,” kata BLS dalam siaran persnya. “Dalam pemisahan, berhenti (3,5 juta) dan PHK dan PHK (1,7 juta) tidak banyak berubah.”

Dengan data JOLTS tersebut, maka dapat dikatakan bahwa data tenaga kerja di AS mulai mendingin. Namun, masih ada beberapa data tenaga kerja lainnya yang akan dirilis pada pekan ini.

Jika data tenaga kerja masih panas, inflasi masih cukup tinggi, dan sektor manufaktur AS mulai bergeliat, maka akan membuat ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga The Fed pada pertemuan Juni mendatang kembali memudar.

Kini, investor di AS memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 56,6% pada Juni, turun dari sekitar 63,8% pada pekan lalu, berdasarkan perangkat CME FedWatch.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Kenapa ya?

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts