AS & China Ogah Kasih Kabar Baik, Rupiah Stagnan


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru terjadi setelah AS dan China membawa ketakutan tersendiri bagi perekonomian Indonesia.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup stagnan di angka Rp15.545/US$ atau berubah 0%. Sementara secara mingguan, rupiah melanjutkan pelemahannya sebesar 0,23%.

Sementara DXY pada pukul 14.49 WIB naik 0,09% menjadi 102,38. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Kamis (11/1/2024) yang berada di angka 102,29.



Otoritas AS telah merilis data inflasi dan data ketenagakerjaan pada Kamis (11/1/2024).

Biro Statistik AS menunjukkan bahwa inflasi AS naik ke angka 3,4% year on year/yoy dari sebelumnya di angka 3,1% yoy. Sementara secara bulanan juga juga naik 0,3% dari yang sebelumnya tumbuh tipis 0,1% month to month/mtm.

Berbeda halnya dengan inflasi inti AS Desember 2023 yang melandai 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka Consumer Price Index (CPI) inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.

Kenaikan inflasi AS terjadi karena adanya seasonality natal dan tahun baru. Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah yang turut menaikkan harga minyak mentah dunia juga berkontribusi menaikkan inflasi Negeri Paman Sam pada akhir 2023.

Selanjutnya, Departemen Ketenagakerjaan AS juga merilis data angka klaim pengangguran awal turun 1.000 menjadi 202.000 pada pekan yang berakhir 6 Januari lalu.

Ini merupakan level terendah sejak pertengahan Oktober. Angka tersebut juga lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan orang Amerika mengajukan klaim pengangguran sebanyak 203.000.

Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup panas, sehingga dapat merubah pandangan bank sentral (The Fed) terkait pemangkasan suku bunga acuannya di tahun ini.

Kedua data tersebut setidaknya memberikan tekanan terhadap mata uang Garuda karena dana asing berpotensi bertahan di AS mengingat suku bunga yang cukup tinggi di tahan dalam jangka yang cukup lama.

Beralih ke China, CPI juga masih mengalami deflasi di angka 0,3% yoy dari yang sebelumnya deflasi 0,5% yoy.

Kendati mengalami perbaikan, namun CPI China masih relatif menunjukkan bahwa ekonominya cukup lambat. Hal ini mempengaruhi perekonomian Indonesia mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Alhasil hal ini dapat berdampak pada perlambatan ekonomi di Indonesia pula.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Dolar AS Masih Terus Menguat, RI Waspada Tsunami Ekonomi

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts