Bikin Nangis! Emas Langsung Buat 3 Rekor Buruk pada Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas babak belur pada pekan ini karena pelaku pasar memperkirakan kebijakan ketat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) masih akan berlanjut.

Read More

Harga emas di pasar spot pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (18/8/2023) ditutup di posisi US$ 1.888,19 per troy ons. Harganya melemah 0,04%. Pelemahan itu langsung membuat emas menciptakan tiga rekor buruk sekaligus.

Rekor buruk pertama adalah pelemahan selama lima hari beruntun. Harga emas tak mampu menguat sekalipun sepanjang pekan ini. Sang logam mulia melemah sejak Senin hingga Jumat pekan ini.
Pelemahan selama lima hari beruntun ini adalah yang pertama sejak 16-22 Juni 2023 atau hampir dua bulan lebih.



Rekor terburuk kedua adalah emas terlempar dari level psikologis US$ 1.900. Emas ditutup di posisi US$ 1.891, 76 per troy ons pada Kamis pekan ini. Ini adalah kali pertama emas ditutup di bawah US$ 1.900 sejak 10 Maret 2023 atau lima bulan lebih. Setelah Kamis, emas tidak mampu bangkit dan kini berkutat di level US$ 1.800.

Rekor terburuk selanjutnya adalah pelemahan sepekan. Dalam sepekan ini, emas melemah sebesar 1,31%.
Pelemahan ini memperpanjang derita emas menjadi empat pekan. Dalam empat pekan tersebut, harga emas sudah ambruk 3,67%.
Pelemahan sang logam mulia selama empat pekan berturut-turut juga menjadi rekor terburuknya sejak akhir Januari-Februari 2023 atau terburuk hampir enam bulan terakhir.

Lalu mengapa emas begitu hancur lebur pekan ini? Jawabannya adalah pada terhempasnya harapan pelaku pasar melihat shifting kebijakan suku bunga di AS.

Pelaku pasar semula berekspektasi jika The Fed sudah akan mulai memangkas suku bunga pada September mendatang.
Namun, harapan itu terkubur oleh masih kencangnya data ekonomi AS serta risalah Federal Open market Committee (FOMC).

Risalah pertemuan FOMC Juli yang dirilsi pada Kamis dini hari waktu Indonesia (17/8/2023) menunjukkan sebagian besar pejabat lebih memprioritaskan pertarungan atas inflasi

“Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi dan tetap memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,” ungkap risalah dalam pertemuan FOMC.

Hal tersebut semakin menambah ketidakpastian di pasar, pasalnya the Fed melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Oleh sebab itu, sikap bank sentral AS tersebut di proyeksi pasar masih bisa ketat lagi untuk pertemuan selanjutnya di sisa akhir tahun ini.

Inflasi AS sedikit meningkat pada Juli 2023 menjadi 3,3% (year on year/yoy) dari 3,0% (pada Juni).
Survei yang dilakukan CMEFedWatchTool menunjukkan jika 88,5% pasar bertaruh Teh Fed akan mempertahankan suku bunga sementara 11,5% memperkirakan adanya kenaikan pada September mendatang.

Proyeksi masih ketatnya The Fed juga didukung oleh data klaim pengangguran yang keluar Kamis kemarin (17/8/2023).
Jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran pada pekan yang berakhir pada 12 Juli 2023 sebanyak 239 ribu atau turun 11.000 dari pekan sebelumnya yakni 250.000.

Turunnya klaim pengangguran menandai pasar tenaga kerja AS masih panas sehingga inflasi bisa sulit turun tajam. Hal ini bisa membuat The Fed mempertahankan kebijakan hawkishnya.

Potensi kenaikan suku bunga The Fed pun langsung melambungkan dolar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS.

Indeks dolar kini bergerak di kisaran 103-105 yang menjadi posisi terkuatnya sejak Juni 7 Juni 2023 atau dua bulan lebih.

Imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun meloncat ke 4,2-4,3% yang merupakan posisi tertinggi sejak Juni 2007 atau 16 tahun terakhir.  Penguatan dolar AS membuat emas semakin mahal sehingga tidak terjangkau untuk dibeli.

Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan yield surat utang pemerintah AS membuat emas tidak menarik.

“Emas harus bersaing dengan instrument investasi yang menawarkan imbal hasil 4-5%. Ini tentu saja berat. Emas bukan instrument investasi ideal saat ini,” tutur Phillip Streible, analis dari Blue Line Futures, dikutip dari Reuters.

Analis dari Saxo Bank, Ole Hansen, pun memiliki pandangan yang sama.

“Emas mungkin akan kesulitan menguat selama belum ada faktor yang mengejutkan, seperti dolar jeblok atau The Fed tiba-tiba shifting kebijakan,” ujar Hansen.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Pelaku Pasar Lagi Bingung, Harga Emas pun Limbung

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts