Bos LPS Sebut Bank di RI Oligopolis, Ini Datanya


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa berencana memberi usulan kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menciptakan kebijakan intervensi (intervention policy) guna menciptakan iklim yang lebih kompetitif di sektor perbankan.

Sebab, ia menyorot margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) industri perbankan Indonesia masih tinggi. Purbaya menilai keadaan di industri perbankan Indonesia saat ini cenderung “oligopolis”.

“Kalau bank itu kan pengusaha. Kalau kita minta bank, ‘Kamu turunin profitnya,’ pasti nggak mau. Kamu turunkan profit marginnya, pasti nggak mau,” jelasnya.

“Tapi masih tinggi sekali lah [NIM industri perbankan]. Jadi harus ada kebijakan dari regulator yang membuat perbankan terpaksa bersaing dengan bank-bank antar satu dengan yang lain.”

Purbaya mengatakan dirinya, sebagai salah satu anggota KSSK, akan mencoba memberi usulan untuk mengatasi persoalan ini.

“Ya, mungkin nanti akan di KSSK gimana cara menciptakan iklim yang lebih kompetitif. Jadi jangan seperti sekarang yang cenderung oligopolis, artinya satu tinggi semua tinggi, nggak ada persaingan atau kurang lah,” katanya di Economic Outlook 2024 CNBC Indonesia, dikutip Selasa (5/3/2024).

Untuk diketahui, NIM digunakan untuk mengukur perbedaan antara pendapatan bunga yang diterima bank dan bunga yang dibayarkan ke pemberi pinjaman. NIM dipakai untuk menakar tingkat profitabilitas bank. Umumnya, NIM yang lebar mengindikasikan laba yang tinggi untuk bank.

Pada satu sisi laba tinggi menjadi hal yang baik bank, tetapi laba yang didorong oleh NIM tinggi berarti bank akan kesulitan bergerak lincah dalam menyalurkan kredit. Pasalnya bunga kredit yang tinggi akan menjadi ganjalan permintaan pembiayaan. 

Pada bulan Februari, Presiden Joko Widodo sempat menyorot NIM perbankan RI yang tinggi. Pada saat itu ia menyorot NIM mencapai posisi 4,4%.

Lantas, bagaimana NIM industri perbankan Indonesia saat ini?

Posisi NIM perbankan Indonesia stabil di level 4% dalam setahun terakhir. Bahkan, pada bulan Mei 2023, dengan NIM sebesar 4,88%, Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi se-Asia Tenggara.

Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan NIM perbankan sebesar 4,54% per Januari 2024. Posisi itu turun sedikit dari sebulan sebelumnya 4,81%.

Secara garis besar, terdapat beberapa faktor turut membentuk NIM bank, mulai faktor internal (manajemen), hingga faktor eksternal seperti iklim industri (konsentrasi pasar) dan faktor makro (misal, tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi).

NIM perbankan RI yang lebih tinggi dibandingkan negara lainnya bisa disebabkan oleh kondisi pasar yang kurang efisien dan kurang kompetitif.

Memang, angka NIM yang tinggi tentu lambang profitabilitas bank. Hanya saja, untuk kasus Indonesia, perlu juga dipertimbangkan biaya lainnya (seperti, biaya overhead hingga kredit) yang tinggi dan risiko yang terkait.

Selain itu, dalam kasus RI, semakin terkonsentrasinya perbankan di Indonesia, akan semakin tinggi pula angka NIM-nya, di mana bank besar cenderung menetapkan harga produk baik pendanaan maupun produk pinjaman.

Bank di Tanah Air memang sangat terkonsentrasi, dengan hanya ada empat bank yang masuk Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 4 atau bank dengan modal inti di atas Rp70 triliun.

Nama-nama tersebut di antaranya adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang mencatatkan laba bersih tahun 2023 sebesar Rp55,1 triliun, melonjak 33,7% secara tahunan (yoy). NIM bank pelat merah itu tercatat sebesar 5,25%, naik dari setahun sebelumnya 5,16%.

Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) membukukan laba bersih tahun 2023 sebesar Rp44,21 triliun, naik 12,46% yoy. NIM bank pelat merah tercatat makin gemuk, yakni 6,84% dari setahun sebelumnya 6,84%.

Kemudian, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) membukukan laba bersih senilai Rp48,6 triliun di sepanjang tahun 2023, naik 19,4% yoy. Bank swasta terbesar RI itu mencatatkan NIM sebesar 5,54%, per Desember 2023. Jumlah itu naik dari setahun sebelumnya 5,34%.

Selanjutnya, bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatatkan laba bersih Rp20,9 triliun sepanjang 2023, naik 14,2% yoy. Berbeda dengan ketiga big bank lainnya, BNI mencatatkan penurunan pada NIM menjadi 4,58% dari setahun sebelumnya 4,81%. Namun angka itu masih tergolong tinggi.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


LPS Jamin 534,77 Juta Rekening di Bank per September 2023

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts