Cerita Hetty Green, Penyihir Wanita Wall Street yang Ditakuti


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Hetty Green, dikenal sebagai ‘Ratu’ Wall Street dan juga kerap kali disebut sebagai ‘Penyihir’ Wall Street. Perempuan itu juga merupakan salah satu perempuan terkaya di dunia pada era lama.

Mengutip Washington Post pada Kamis (4/1/2024), Green lahir di keluarga kaya kaum Quaker (Perkumpulan Agama Sahabat) pada tahun 1834. Green menimbun dan memperoleh kekayaannya lewat investasi di sektor perkeretaapian dan meminjamkan uang ke kota-kota besar Amerika, termasuk New York dan Chicago.

Ketika dia meninggal pada tahun 1916, kekayaannya setidaknya mencapai US$100 juta atau setara US$2,5 miliar (Rp38,88 triliun) saat ini. Hal ini membuat Green sebagai perempuan terkaya di dunia pada zamannya.

Dalam biografi terbarunya yang ditulis oleh Janet Wallach, dijelaskan bahwa perempuan terkaya itu ditakuti dan dibenci. Sebab, peraturan masa lalu selalu berbeda bagi perempuan dibandingkan laki-laki, dan perempuan yang menghasilkan daripada membelanjakan uang tidak bisa dipercaya.

“Saya bersungguh-sungguh,” Green pernah berkata. “Oleh karena itu, mereka menggambarkan saya sebagai orang yang tidak berperasaan. Saya menempuh jalan saya sendiri, tidak mengambil pasangan, mengambil risiko kekayaan orang lain.”

Menurut Wallach, Green memiliki ciri khas, yakni ketakutan terhadap seseorang yang ingin membunuhnya, kurangnya minat terhadap kenyamanan rumah dan pakaian, penggunaan tuntutan hukum sebagai senjata, dan kemarahannya terhadap orang-orang yang menurutnya ingin mengambil uangnya.

Green bahkan sampai mendorong seorang pengurus rumah tangga yang kemudian tersandung dan terjatuh dari tangga, karena dia takut wanita itu sedang mengincar sebagian uang milik bibinya yang sekarat.

Wallach menulis bahwa masa kecil Green yang haus kasih sayang itulah yang membuatnya begitu tergila-gila pada uang.

“Uang berfungsi sebagai pengganti cinta keluarganya, pemanis yang memuaskan kebutuhannya akan kasih sayang. Dia tahu bahwa uang menyenangkan ayahnya; apa yang dia dambakan lebih dari apa pun adalah agar ayahnya senang padanya,” kata Wallach.

Meskipun bergelimangan harta, Green juga dikenal pelit. Kisah terkenalnya yaitu tidak mengeluarkan uang untuk memanggil dokter bagi putranya yang masih kecil ketika lututnya terluka, dan kakinya kemudian harus diamputasi.

Green memang dikenal orang yang sederhana, ia meremehkan sosialita yang suka memanjakan diri sendiri. Ia pernah mengatakan kepada putrinya: “Saya ingin kamu menikah dengan pria muda miskin yang memiliki prinsip baik dan berjuang keras demi kesuksesan. Saya tidak peduli apakah dia punya $100 atau tidak, asalkan dia terbuat dari bahan yang tepat.”

Buku Wallach juga mengutip kata-kata Green yang mungkin dapat diamini oleh para investor. Yakni, ayah Green, Edward Robinson menasehatinya, “membiasakan diri untuk tidak pernah meminjam” dan Green juga selalu menjadi pemberi pinjaman.

“Saya membeli ketika harga sedang murah dan tidak ada yang menginginkannya,” katanya.

“Saya simpan sampai harganya naik dan orang-orang tergila-gila untuk mendapatkannya. Saya yakin, itulah rahasia dari semua bisnis yang sukses.” Ia juga mengatakan bahwa “akal sehat adalah rahasia menghasilkan uang. Akal sehat adalah harta paling berharga yang dimiliki seseorang.”

Wallach juga menyorot pernikahan Green dengan pengusaha Edward Henry Green, yang telah memperoleh kekayaannya di Asia Timur, sebelum dia kembali ke Amerika ketika dia berusia 44 tahun dan mulai berkencan dengan Hetty Robinson (sebelum menjadi Nyonya Green), yang saat itu berusia 30 tahun.

Green berdiri di sisi istrinya melalui semua tuntutan hukum, tapi Wallach menulis bahwa dia adalah seorang spekulan dan seorang hidung belang. Tantangan terakhir terjadi ketika bank menggunakan uangnya untuk menutupi kerugian suaminya itu.

Hetty Green kemudian “mengucapkan selamat tinggal padanya.” Namun mereka tidak pernah bercerai dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama seiring bertambahnya usia, dan dia merawat suaminya hingga suaminya meninggal.

Wallach juga menulis bahwa Green, yang mengatakan bahwa “seorang gadis harus dibesarkan agar mampu mencari nafkah sendiri, terlepas dari apakah dia akan mewarisi kekayaan atau tidak,”

Ketika dia meninggal pada tahun 1916, New York Times menulis tentang dia, “Dia memiliki cukup keberanian untuk hidup sesuai pilihannya dan berhemat sesuka hatinya, dan dia mematuhi kaidah dunia yang menurutnya benar dan berguna, dengan dingin dan tenang mengabaikan yang lainnya.”

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Dihantui Kekhawatiran The Fed, Wall Street Dibuka Melemah

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts