Data BPS Bikin Rupiah Loyo, Dolar AS Kini Rp15.590


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca dagang Indonesia hanya surplus tipis dan jauh di bawah ekspektasi pasar.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,1% di angka Rp15.590/US$. Depresiasi ini senada dengan pelemahan yang terjadi kemarin (14/3/2024) sebesar 0,03%.

Sedangkan secara mingguan, rupiah juga tercatat melemah tipis sebesar 0,03% terhadap dolar AS.

Sementara DXY pada pukul 15:00 WIB turun ke angka 103,4 atau menguat 0,04%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 103,36.



Pagi hari ini, BPS telah merilis data neraca dagang yang tercatat surplus tipis, bahkan berada jauh di bawah konsensus. Tercatat surplus neraca dagang Indonesia sebesar US$0,87 miliar, turun dibandingkan surplus Januari US$2,02 miliar.

Surplus ini dipicu oleh penurunan ekspor pada Februari 2024. Nilai ekspor Februari 2024 sebesar US$19,31 miliar atau turun 9,45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di saat yang sama, impor melesat tajam. Impor migas Februari 2024 senilai US$2,98 miliar.

“Surplus neraca perdagangan Indonesia Februari 2024 terutama berasal dari sektor nonmigas US$2,63 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,76 miliar,” ungkap Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Jumat (15/3/2024).

Surplus ini juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 11 instansi yang memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 akan mencapai US$ 2,05 miliar.

Amalia mengatakan neraca perdagangan Indonesia telah mencetak surplus selama 46 bulan beruntun sejak Mei 2020. Namun, Amalia mengatakan menjadi catatan surpus Februari 2024 ini relatif lebih rendah dibanding bulan-bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu.

“Surplus neraca perdagangan Februari 2024 lebih ditopang surplus komoditas nonmigas yaitu US$ 2,63 miliar penumbangan bahan bakar mineral lemak dan minyak hewan nabati dan besi baja,” katanya.

Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas defisit US$ 1,76 miliar. Menurut BPS, penyumbang defisit berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.

Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan dolar AS di dalam negeri cukup tinggi, sehingga memberikan dampak yang kurang baik bagi perspektif investor. Hal ini dapat memberikan tekanan bagi mata uang Garuda.

Jika ekspor Indonesia terus tertekan, bukan tidak mungkin, neraca dagang Indonesia untuk pertama kalinya mengalami defisit dan tekanan terhadap rupiah akan semakin besar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Surplus RI Makin Tipis hingga Pasar Tunggu Data BI, Rupiah Keok

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts