Diancam Rusia, Harga Minyak Mentah Menguat 8% Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak mentah dunia ditutup menguat signifikan pekan ini setelah kilang minyak di Turki mengkonfirmasi jika pasokan tetap aman meskipun terjadi gempa dahsyat serta Rusia yang kembali mengumumkan rencana pemangkasan produksi minyak. Pergerakan ini berbanding terbalik dengan harga batu bara yang justru anjlok 7,42% pekan ini.

Read More

Mengutip Refinitiv, pada perdagangan Jumat (10/2/2023) harga minyak Brent tercatat US$ 86,39 per barel, melesat 2,24% dibandingkan hari sebelumnya. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) yang merupakan acuan AS ikut menguat 2,13% ke US$ 79,72 per barel.

Penguatan pada hari terakhir perdagangan pekan ini datang setelah Rusia mengumumkan rencana untuk mengurangi produksi minyak bulan depan sebagai bentuk perlawanan kepada blok Barat yang memberlakukan batasan harga minyak mentah dan bahan bakar negara itu.

Minyak mentah acuan global Brent membukukan kenaikan mingguan sebesar 8,1%, sementara WTI naik 8,6% dalam sepekan.


Rusia berencana untuk mengurangi produksi minyak mentahnya pada bulan Maret sebesar 500.000 barel per hari (bpd), atau sekitar 5% dari produksi saat ini, kata Wakil Perdana Menteri Alexander Novak. Upaya menaikkan harga lewat pemotongan produksi menunjukkan bahwa pembatasan harga dan larangan Uni Eropa baru-baru ini terhadap produk minyak Rusia, yang mulai berlaku pada 5 Februari, dampaknya dialami oleh Rusia.

OPEC+ dikabarkan Reuters tidak merencanakan tindakan setelah Rusia mengumumkan pengurangan produksi minyak.

Sebelumnya, harga minyak mentah global sempat melesat pasca gempa bumi yang melanda Turki awal pekan ini ditakutkan akan merusak jaringan pipa dan infrastruktur lainnya secara serius dan berpotensi menurunkan pasokan minyak mentah dari pasar global.

Akan tetapi Turki mengkonfirmasi jika pasokan tetap aman meskipun terjadi gempa dahsyat dan sempat membuat harga minyak terkoreksi tipis pada perdagangan Kamis (9/2/2023).

Meski menguat tajam pekan ini, kekhawatiran akan prospek ekonomi masih dapat menekan kinerja harga minyak mentah global, dengan lemahnya data permintaan dari China dan kekhawatiran terjadinya resesi di Amerika Serikat. Selain itu, kenaikan klaim pengangguran mingguan AS dan persediaan minyak yang lebih tinggi juga membatasi kenaikan adalah.

Stok minyak mentah AS naik minggu lalu menjadi 455,1 juta barel, tertinggi sejak Juni 2021, menurut laporan Administrasi Informasi Energi (EIA) pertengahan pekan ini.

Sejumlah analis juga merevisi target harga minyak mentah tahun ini. Goldman Sachs menurunkan perkiraan harga Brent 2023 menjadi US$ 92 per barel dari US$ 98 dan perkiraan harga 2024 menjadi US$ 100 dari US$ 105.

Sementara itu, pejabat OPEC mengatakan kepada Reuters bahwa minyak dapat melanjutkan relinya pada tahun 2023 karena permintaan China pulih setelah pembatasan COVID dibatalkan dan kurangnya investasi membatasi pertumbuhan pasokan dan memungkinkan harga kembali ke US$ 100 per barel.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Harga Minyak Jeblok 7%, RI Untung Atau Malah Apes?

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts