Dinilai Terlalu Tinggi, Bappebti Kaji Ulang Pajak Kripto


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tengah mengevaluasi besaran pajak kripto. Pasalnya, tarif pajak kripto saat ini masih dianggap mahal.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Senjaya mengungkapkan, Bappebti merencanakan untuk mengusulkan nilai pajak setengah dari nilai pajak kripto yang berlaku saat ini, yaitu sekitar 0,05% hingga 0,055%.

“Kalau dikenakan [pajak] langsung besar, industri kripto Indonesia masih embrio. Secara keseluruhan industri kripto masih baru. Industri yang masih baru perlu diberi ruang untuk bertumbuh,” kata Tirta ketika ditemui wartawan di Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Ke depannya, pihaknya akan melakukan pembahasan internal dengan menggandeng Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) hingga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terkait evaluasi pajak kripto.

“Ada (pembahasan), kita nanti (membahas) dengan Pak Robby, Ketua Aspakrindo nanti supaya satu suara. Kemarin juga kan sudah dibicarakan di berita, Ditjen Pajak sudah menanggapi ya, kemarin mereka siap untuk bicara. Kalau begini kan, mereka sudah (memberikan) lampu hijau, kita juga enak ya masuknya seperti itu,” kata Tirta

Terbaru, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 539,7 miliar dari pajak kripto. Jumlah itu dikumpulkan dari 2022 sampai Februari 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, dalam siaran pers, Jumat (15/3/2024) mengungkapkan rinciannya yaitu penerimaan Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, dan Rp72,44 miliar 2024.

Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp254,53 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp285,19 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Seperti diketahui, pemerintah mengatur pajak kripto melalui Kementerian Keuangan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 68/PMK.03/2022, yang mulai berlaku pada 1 Mei 2022.

Permenkeu tersebut mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto. PMK 68/2022 mengatur besaran pajak untuk setiap transaksi cryptocurrency. Pembeli atau penerima aset kripto dikenakan PPN dengan dua syarat.

Jika transaksi dilakukan di bursa terdaftar Bappebti, pembayaran pajaknya adalah 0,11% dari nilai transaksi. Jika transaksi kemudian dilakukan di bursa yang tidak terdaftar di Bappebti, maka pembayaran pajaknya adalah 0,22%.

Sedangkan penjual atau yang menyerahkan aset kripto dikenakan pajak PPh dengan dua syarat. Jika perdagangan dilakukan di bursa terdaftar Bappebti, tarif pajak adalah 0,1% dari nilai perdagangan. Namun, jika penjualan dilakukan di bursa yang tidak terdaftar di Bappebti, PPh 0,2% dari nilai perdagangan.

Selain transaksi jual beli, ada juga pajak PPN dan PPh untuk penambang dan jasa penambangan kripto (mining pool).

Sementara itu, tarif PPN adalah 1,1% dari nilai konversi aset kripto dan layanan penambangan yang transaksi asetnya telah dikonfirmasi. Pada saat yang sama, tarif PPh akhir untuk pendapatan penambangan mata uang kripto adalah 0,1% dari pendapatan penambang mata uang kripto tidak termasuk PPN.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bappebti Minta Sri Mulyani Beri Insentif ke Pelaku Bursa CPO

(mkh/mkh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts