Kinerja Emiten Tekno Berat, Punya Grup Djarum Paling Mending

Jakarta, CNBC Indonesia – Kinerja sejumlah emiten teknologi di Tanah Air saat ini masih dapat dikatakan belum memenuhi harapan pelaku pasar. Sebut saja PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang masih merugi Rp 39,57 triliun di tahun 2022. Kemudian PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang secara bisnis juga belum mencatat keuntungan, meskipun mencatatkan laba bersih Rp 1,97 triliun dari kontribusi investasinya di salah satu bank digital.

Read More

Begitu pun dengan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) yang pekan lalu mengumumkan laporan keuangan. Perusahaan yang dikenal dengan nama Blibli tersebut juga mengalami rugi bersih Rp 5,5 triliun.

Sejumlah analis pasar modal menilai, kerugian yang dialami para emiten teknologi tersebut memang tidak bisa dihindari. Itu dikarenakan untuk membentuk ekosistem digital membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan waktu yang tidak sebentar.

Diungkapkan Nafan Aji Gusta, Analis Mirae Asset Sekuritas, untuk mencapai profitabilitas, para emiten teknologi memang membutuhkan waktu. Namun, dia memprediksi di tahun ini saham teknologi berpotensi kembali bangkit mengingat potensi digital economy di Indonesia masih sangat besar.

Berbeda dengan emiten teknologi lainnya yang sumber pendanaannya banyak berasal dari venture capital, keyakinan investor dan para pelaku pasar terhadap saham BELI masih tergolong cukup stabil salah satunya karena adanya Grup Djarum sebagai pemegang saham utama.

Secara bisnis, Blibli juga menunjukkan pertumbuhan yang positif, dan di atas rata-rata industri. Sepanjang tahun lalu pendapatan bersih BELI melambung signifikan hingga 72% year-on-year (YoY) dari sebelumnya Rp 8,86 triliun menjadi Rp 15,27 triliun.

Pertumbuhan TPV terlihat di seluruh segmen bisnis. Segmen Ritel 1P tumbuh 32% (YoY) menjadi Rp 9,94 triliun. Ritel 3P melesat 135% (YoY) menjadi Rp 37,05 triliun. Segmen institusi naik 28% (YoY) menjadi Rp 10,43 triliun dan toko fisik melambung 302% (YoY) menjadi Rp 3,97 triliun.

Pada saat bersamaan, Total Processing Value (TPV) yang dicatatkan BELI juga mengalami pertumbuhan yang besar. Secara tahunan, TPV BELI melesat 89% dari Rp 32,40 triliun pada 2021 menjadi sekitar Rp 61,40 triliun pada 2022.

Merujuk laporan keuangan Global Digital Niaga per 31 Desember 2022, total liabilitas perseroan juga lebih rendah Rp 4,71 triliun menjadi tinggal Rp 3,59 triliun dari sebelumnya Rp 8,30 triliun. Menyusutnya beban utang yang paling signifikan terlihat di pos utang bank jangka pendek. Pada 31 Desember 2021 BELI memiliki utang bank jangka pendek sebesar Rp 5,06 triliun. Nah, per 31 Desember 2022 nilainya telah berkurang hingga tinggal Rp 85 miliar.

Sampai dengan akhir 2022, sisa dana IPO yang masih dikantongi Global Digital Niaga mencapai Rp 1,16 triliun. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk mendukung modal kerja BELI dan anak usahanya, yaitu PT Global Tiket Network (tiket.com).

“Posisi kas serta fasilitas kredit yang kami miliki saat ini cukup untuk membiayai seluruh strategi bisnis di masa yang akan datang,” ujar Hendry, CFO & Co-Founder PT Global Digital Niaga Tbk dalam keterangannya (30/3).

Andreas mengatakan dengan sumber pendanaan yang dimiliki BELI saat ini, membuatnya leluasa dalam melakukan ekspansi bisnis, salah satunya memperluas toko fisik.

“Secara fundamental, BELI memiliki keunggulan salah satunya karena BELI tidak hanya berfokus pada online, namun juga secara berkelanjutan mengembangkan toko fisik, sehingga bisa jadi keunggulannya dibanding perusahaan teknologi yang lain. Ekspansi BELI di toko fisik, baik untuk kategori produk consumer electronics maupun gerai supermarket dilakukan secara berkesinambungan dalam mendukung strategi omnichannel, dan berpotensi mendukung bisnis perdagangan BELI ke depan, baik secara online maupun offline,” kata Andreas.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Bos Blibli Borong, Saham BELI Terbang! Ikutan Serok?

(rob/trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts