Pemain Saham Hati-hati, ‘Hantu’ Resesi Masih Gentayangan Lho!

Jakarta, CNBC Indonesia – Mulai pulihnya pasar saham Amerika Serikat (AS) tahun ini sejatinya masih menyisakan risiko yang besar, yakni potensi resesi yang semakin jelas.

Read More

Mengutip CNBC International, Senin (24/4/2023), CEO perusahaan penasihat keuangan Longview Economics Chris Watling menyebut, data ekonomi AS teranyar mengindikasikan resesi akan datang. Apabila hal tersebut terjadi, kata Chris, investor perlu bersiap menghadapi penurunan tajam di pasar saham.

Dewan Konferensi AS pada Kamis (20/4/2023) mengatakan Indeks Ekonomi Utama AS turun 1,2% pada bulan Maret, tergelincir ke level terendah sejak November 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa pelemahan ekonomi bisa semakin terlihat dan menyebar ke seluruh ekonomi AS.

Seiring dengan itu, Watling mengatakan, potensi resesi setelah inversi kurva imbal hasil (yield) Treasury atau inverted yield curve, yang pertama kali terinversi pada Maret 2022, kira-kira satu tahun atau lebih.

“Setiap kali Anda mengalaminya [inverted yield curve] di AS, Anda mengalami resesi. Jadi, saya pikir itu [resesi] akan datang, sedang dalam perjalanan. Ini hanya masalah waktu,” kata Watling.

Sementara banyak ekonom telah memperingatkan tentang resesi yang membayangi dunia saat ini, Dana Moneter Internasional (IMF) pada pekan lalu mengaku mereka terkejut oleh kekuatan pasar tenaga kerja AS dan belanja konsumen baru-baru ini.

IMF pada 11 April merilis laporan terbarunya, World Economic Outlook, di mana organisasi tersebut mengatakan ekonomi terbesar dunia itu tumbuh sebesar 1,6% tahun ini, naik dari perkiraan 1% pada tahun 2022.

Wakil Direktur Pelaksana IMF Gita Gopinath mengatakan kepada CNBC International pada minggu lalu bahwa tanda-tanda penurunan data inflasi telah memberi alasan IMF untuk percaya bahwa ekonomi AS dapat menghindari resesi. Namun, apa yang disebut hard landing, kata Gita, masih “dalam kemungkinan.”

Walting menambahkan, ekspektasi analis terhadap laba perusahaan Wall Street terlalu optimistik.

“Jadi, saya pikir ekspektasi laba perusahaan terlalu optimis dan oleh karena itu pasar saham harus menghadapinya [efek resesi] di beberapa titik,” pungkas Walting.

Pasar Saham RI

Sejauh ini, pasar saham RI masih lesu gairah seiring investor masih bersikap wait and see terhadap perkembangan kebijakan moneter AS. Volatilitas dan sepinya nilai transaksi menjadi tanda investor masih ragu-ragu terhadap bursa saham domestik.

Sejauh ini, outlook ekonomi sejatinya masih positif, di kisaran 4,5-5,3% pada 2023.

Sepanjang 2023, IHSG diproyeksikan akan mencatatkan rekor level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) baru pada Agustus-September, memecahkan rekor pada 2022.

Informasi saja, IHSG menembus ATH pada 13 September 2022 di level 7.318.

Namun, IHSG juga kemungkinan masih akan volatile dan berpotensi terkoreksi pada paruh pertama 2023, sebelum akhirnya rebound pada paruh kedua, termasuk Desember di masa window dressing.

Sektor perbankan yang menjadi backbone ekonomi RI dan IHSG tetap menjanjikan pada tahun ini.

Bank Indonesia (BI) sendiri memprediksi, pertumbuhan kredit untuk 2023 di kisaran 10-12 secara tahunan (YoY). Raksasa bank Tanah Air juga pede dengan proyeksi peningkatan kredit di kisaran 10,5-10,9% secara tahunan. Sedangkan, laba perbankan diprediksi akan meningkat 12-17% selama 2023.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


90% Bank Sentral di Dunia Kerek Bunga, Wall Street KO Lagi!

(trp/trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts