Pernah Makan Korban, Ini Arti Saham Gorengan dan Ciri-cirinya

Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Investasi pada pasar saham memang adalah salah satu opsi yang menawarkan return yang cukup tinggi. Namun begitu, instrumen ini memiliki profil risiko yang juga tinggi.

Selain fluktuasi karena kinerja perusahaan dan juga faktor eksternal, harga saham suatu emiten juga bergerak karena adanya manipulasi atau “digoreng”. Aksi “saham gorengan” ini kerap menelan korban para investor ritel.

Seperti, kasus korupsi dana pengelolaan investasi PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang melibatkan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro (Bentjok) merupakan puncak gunung es (the tip of the iceberg) dari praktik manipulasi perdagangan saham di Tanah Air.

Nah, Heru-Bentjok dan kawan-kawan melakukan aksi manipulasi saham tersebut menggunakan uang yang berasal dari Jiwasraya. Sama dengan kasus Jiwasraya, pada skandal korupsi Asabri, komplotan tersebut menempatkan dana ke saham-saham gorengan alias tidak likuid, ini dilakukan dengan harga yang telah dimanipulasi sehingga bernilai tinggi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik.

Lantas, apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan saham gorengan? Berikut ini adalah definisi dan ciri-cirinya, serta tips untuk tetap aman bertransaksi saham gorengan di bursa.

Tidak sulit untuk melihat sebuah saham termasuk gorengan atau tidak. Saham gorengan itu sejatinya seperti makanan gorengan seperti pisang molen, pisang goreng, tahu goreng, bakwan, cireng, atau risol, yang akan semakin renyah dan garing jika digorengnya lama.

Apalagi jika gorengannya digoreng menggunakan minyak bekas (jelantah) yang belum diganti oleh minyak baru, tentu kentalnya minyak akan pula menambah kenikmatan si gorengan. Namun, jangan lupa bahwa makanan yang digoreng tentu lebih tidak sehat bagi kesehatan dibanding makanan rebus, apalagi gorengan yang kaya atau bahkan berlebihan kolesterolnya.

Oleh karena itu, saham gorengan dapat diartikan sebagai saham perusahaan yang kenaikannya di luar kebiasaan karena pergerakannya sedang direkayasa oleh pelaku pasar dengan tujuan kepentingan tertentu.

Sama seperti makanan gorengan, larangan mengonsumsi gorengan sebetulnya lebih kepada menjaga kesehatan, sehingga sekali-sekali dapat dikonsumsi asalkan sudah paham dengan karakteristik dan risikonya.

Selain jangan sering-sering dan jangan jadikan pengalaman membeli saham gorengan menjadi pengantar Anda memasuki pasar saham, investor juga haruslah aktif memantau pasar agar tidak ketinggalan dengan komando yang didapatkan oleh bandar melalui trader lain di pasar.

Berdasarkan rangkuman CNBC Indonesia, berikut ciri-ciri saham gorengan:

Masuk daftar UMA

Salah satu ciri saham gorengan adalah masuk ke dalam daftar unusual market activity (UMA). Saham tersebut biasanya disemprit duluan oleh PT Bursa Efek Indonesia karena kenaikan yang terlalu ekstrem lebih dari 2 hari. Definisi ekstrem adalah naik hingga batas terbesar harian (auto reject atas, ARA), baik 20%, 25%, atau 35% per hari, tergantung dari harga sahamnya.

Untuk kelas saham di atas Rp 5.000/saham, ARA-nya hanya 20%. Saham di antara Rp 200-Rp5.000/saham 25%. Dan saham dengan harga Rp 50-Rp 200/sahama adalah sebesar 35% per harinya.

Karena sudah masuk radar bursa, maka UMA juga dapat menjadi alarm dan peringatan kepada investor dan trader di pasar bahwa penguatan harganya sudah di luar kebiasaan dan ada kemungkinan saham tersebut sedang dibandari predator pasar.

Volume dan nilai transaksi

Selain itu investor juga dapat melihat dari volume dan nilai transaksi harian saham tersebut. Lazimnya saham gorengan memiliki kapitalisasi pasar yang kecil dan masuk kategori lapis dua atau saham lapis tiga, tetapi volume dan nilai transaksi hariannya sangat tinggi dibandingkan dengan perusahaan sejenis, bahkan menyamai transaksi saham unggulan (blue chip).

Sebagai informasi, kapitalisasi pasar adalah ukuran besarnya sebuah perusahaan, didapatkan dari jumlah saham beredar perseroan dikalikan harga pasarnya. Untuk membandingkan sebuah perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain yang sejenis, sebaiknya memperhatikan juga kapitalisasi pasarnya karena selisih yang terlalu jauh akan menyebabkan perbandingan kedua saham kurang berimbang.

Dengan kapitalisasi pasar yang kecil dan/atau kepemilikan investor ritel yang mini, maka bandar dapat lebih mudah dan lebih murah mengelola saham-saham gorengan yang menjadi komoditasnya di pasar modal.

Bid dan offer tidak wajar

Bid adalah antrian beli saham di harga rendah, sedangkan offer adalah antrian jual saham di harga tinggi. Saham gorengan biasanya ditransaksikan dalam jumlah besar, tetapi posisi bid dan offer-nya tipis-tipis.

Artinya, hampir di setiap harga antrian, baik bid maupun offer, antreannya tidak merata bahkan sering hanya 1 lot per harga yang memudahkan bandar menaikkan harga sahamnya.

Kinerja keuangan dan informasi emiten tidak sejalan dengan kenaikan harga

Pergerakan harga yang ekstrem dan tidak karuan membuat harga saham gorengan tidak sejalan dengan kinerja keuangan, atau tidak disertai dengan pemberitaan dan informasi dari internal emiten.

Kadang kinerja keuangannya tumbuh 50%, tetapi tidak jarang justru menciut atau kinerjanya turun lebih dari 50% ketika harganya naik kencang tak henti-hentinya, sehingga kenaikan harga saham seringkali tidak beriringan dengan kinerja dan aksi korporasi yang diumumkan emiten.

Tidak dapat dianalisis

Karena kinerja keuangan tidak setinggi kenaikan harga sahamnya di pasar, rasio keuangan dan valuasi saham gorengan biasanya terlalu tinggi dibandingkan pesaing terdekatnya, atau bahkan tidak masuk akal. Dengan kata lain, saham ini tidak dapat dianalisis secara fundamental.

Valuasi yang biasa digunakan perusahaan adalah rasio harga saham per nilai buku (price to book value, P/BV) dan rasio harga saham per laba (earning per share, EPS). Jika valuasi perusahaan terlalu jauh di atas pesaingnya, misalnya ketika rerata PBV sebuah industri di angka 1,5 kali, maka jika ada emiten yang PBV-nya 20 kali atau bahkan 100 kali maka sebaiknya dihindari.

Secara teknikal, pergerakan saham tersebut juga terlalu berfluktuasi atau justru jarang ditransaksikan sehingga tidak memunculkan indikator analisis teknikal sama sekali.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Literasi Keuangan Jooara-Allobank-InvestasiKu ke AIESEC BDG

(dce)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts