Selamat Tahun (Resesi Dunia) Baru 2023!

Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Indonesia mendapat rapor merah sepanjang 2022 setelah pergerakannya tidak seagresif tahun lalu. Pasar saham melemah sepanjang tahun, pun dengan rupiah yang keok.

Read More

Pesta pergantian tahun sudah digelar pada Sabtu pekan lalu, masyarakat bisa sejenak merasakan gegap gempita menyambut 2023. Namun, ketika kembang api dinyalakan pada pukul 24:00, hal tersebut sekaligus menandakan perekonomian bersiap menghadapi tahun yang berat. Dunia terancam resesi di 2023.

Indeks Harga Saham Gabungan di penghujung 2022 turun 0,14% atau 9,4 poin di level 6.850. Sepanjang tahun 2022 hanya tumbuh 4,09%. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2021 yang mampu tumbuh sebesar 10%.



Sepanjang 2022, saham-saham sektor batu bara menjadi juara. Saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menjadi yang terbaik sepanjang tahun ini, di mana saham ADMR berhasil meroket hingga 1.155,56%.

Saham migas Rukun Raharja Tbk (RAJA) duduk di peringkat dunia dengan harga saham yang melesat hingga 464,86%. Kemudian Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) melesat 228,3%.

Di sisi lain, saham-saham bank digital menjadi yang terpuruk sepanjang 2022. Dari 5 yang memiliki kinerja negatif, tiga diantaranya adalah bank digital.

Adapun Bank Jago (ARTO) harga sahamnya anjlok 78,53% sepanjang tahun ini. Kemudian Bank Raya Indonesia (AGRO) jatuh 76,44%.Setelahnya ada Bank Neo Commerce yang harga sahamnya ambles 73,11%.

Sementara itu, rupiah mengakhiri perdagangan Jumat (30/12/2022) di Rp15.565/US$, menguat 0,57% di pasar spot.

Kamis kemarin rupiah sempat menyentuh Rp 15.760/US$ yang merupakan level terlemah tahun ini sekaligus sejak April 2020. Secara keseluruhan tahun, rupiah tak berdaya dan amblas hingga 8,5% di hadapan dolar AS.

Awalnya rupiah mampu tampil cemerlang hingga pertengahan tahun dan menjadi yang terbaik di Asia.

Boom komoditas menguntungkan Indonesia sebagai negara eksportir hasil alam. Neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia yang membaik juga membuat capital outflow bisa ditekan sehingga membantu rupiah.

Akan tetapi, rupiah ambruk karena kencangnya fenomena “super dolar AS”. Dolar AS terbang setelah bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) terus memberlakukan kebijakan agresif dengan menaikkan suku bunga hingga 425 basis points pada tahun ini.

Selain itu, Cash is the king yang kembali menggema di Republik Indonesia (RI) menjadi salah satu pemicu buruknya kinerja rupiah.

Cash is the king mencerminkan keyakinan jika uang tunai atau cash lebih berharga ketimbang aset investasi lainnya. Fenomena ini terjadi akibat ketidakpastian yang tinggi. Patut digarisbawahi, dalam kondisi saat ini bukan sembarang uang tunai yang dipegang investor, melainkan dolar AS.

Sehingga permintaan akan dolar meningkat dan membuat mata uang Paman Sam tersebut makin perkasa melawan rupiah.



Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts