Simak! Begini Prospek Sektor Perbankan di 2024


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas industri perbankan masih terjaga dengan didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas memadai, dan profil risiko yang terjaga. Sehingga industri ini mampu menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Berdasarkan data OJK industri perbankan Indonesia per Desember 2023 tetap resilien dan berdaya saing didukung oleh tingkat profitabilitas ROA sebesar 2,74% (November 2023: 2,72%) dan NIM sebesar 4,81% (November 2023: 4,83%). Permodalan (CAR) perbankan relatif tinggi sebesar 27,65% (November 2023: 27,86%), menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global.

Kemudian dari sisi kinerja intermediasi, pada Desember 2023, secara yoy kredit meningkat Rp 666,68 triliun atau tumbuh double digit sebesar 10,38 % (November 2023: 9,74% yoy) menjadi Rp 7.090 triliun. Pertumbuhan utamanya didorong kredit investasi yang tumbuh sebesar 12,26% yoy dan Kredit Modal Kerja sebesar 10,05% yoy.

Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 12,02% yoy, dengan porsi kredit sebesar 45,64% dari total kredit perbankan. Sementara pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Desember 2023 tercatat 3,73% yoy (November 2023: 3,04% yoy) atau menjadi Rp 8.458 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 4,57% yoy.

Pengamat Ekonomi-Perbankan Doddy Ariefianto pun menyebut industri perbankan masih terbilang potensial berdasarkan profitabilitasnya. Hanya saja permintaan kredit masih belum mencatat pertumbuhan signifikan dibandingkan dengan periode 2011 hingga 2014 atau sebelum pandemi.

“Terakhir itu kalau tidak salah, profitabilitasnya sudah lumayan. Kalau tidak salah return of asset sekitar 1,3%-1,5%. NIM-nya 4,3% atau 4,4%. Kemudian return of equity 18% kalau nggak salah. Itu sudah lumayan. Sudah mendekati normal. Kalau era normal itu, ROA hampir 2%, ROE sekitar 20%, dan NIM kita mau diatur 5%,” papar dia kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Doddy mengungkapkan prospek industri perbankan nasional di 2024 bergantung kepada sektor riil. Sehingga, ketika sektor riil tidak menawarkan hal baru, potensi industri perbankan tak akan mengalami banyak perubahan.

“Saya kira perbankan tak banyak berubah. Overall profitabilitas bagus. Tapi tidak dibandingkan dengan peak-nya. Istilahnya perbankan kita tak bekerja pada peak performance, tidak pada performa puncaknya,” tegas dia.

Hal serupa juga diungkapkan Ekonom INDEF Nailul Huda, yang menyebut sektor keuangan menunjukkan tren positif jika melihat dari tren harga saham dan analisis kinerja perusahaan. Adapun pendorongnya yakni suku bunga acuan Bank Indonesia yang ditahan di angka 6%.

“Kedua, kinerja pertumbuhan penyaluran kredit perbankan juga sangat bagus yang membuat kinerja keuangan perusahaan lanjut positif. Ekonomi domestik yang masih kuat bisa menjadi pendorong pertumbuhan kredit nasional. Bahkan tahun 2024 pertumbuhan kredit bisa ke angka dua digit,” jelas dia kepada CNBC Indonesia.

Pendorong lainnya adalah kehadiran digital bank. Menurut Nailul, kehadiran bank digital membuat industri perbankan melahirkan inovasi sehingga memberikan masyarakat produk yang kompetitif.

Sementara itu, dia juga menjabarkan tantangan sektor perbankan yang bahkan paling berpotensi menghambat kinerja perbankan, yakni kondisi ekonomi global yang sangat tidak menentu.

“Kita tahu beberapa negara mengalami krisis ekonomi seperti Jepang, Inggris, dan Jerman. Bahkan China pun prediksi pertumbuhan ekonominya terpangkas 50%. Artinya perputaran uang secara global akan melambat,” pungkas Nailul.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Tak Cantumkan Data DPK Perbankan, Ini Alasan Bos BI!

(dpu/dpu)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts