Surplus RI Makin Tipis hingga Pasar Tunggu Data BI, Rupiah Keok


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data neraca dagang yang lebih rendah serta sikap pelaku pasar yang menunggu suku bunga Bank Indonesia (BI).

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp15.585/US$ atau turun sebesar 0,22%. Posisi ini merupakan yang terparah sejak 13 Desember 2023 atau sekitar satu bulan terakhir.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.06 WIB naik signifikan 0,47% menjadi 102,89. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Senin (15/1/2024) yang berada di angka 102,4.



Pelaku pasar saat ini masih menunggu hasil RDG BI yang akan diumumkan besok (17/1/2024).

BI diramal akan kembali menahan suku bunga acuan atau BI Rate di angka 6,00%. Pelaku pasar juga menunggu tanggapan BI perihal kondisi ekonomi secara global khususnya eskalasi geopolitik di Laut Merah yang berkorelasi dengan inflasi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga/institusi memperkirakan secara absolute bahwa BI akan menahan suku bunga acuan (BI rate) di level 6,00%.

Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

Jika BI rate benar-benar kembali ditahan di level 6%, maka ini menjadi kali ketiga BI menahan di level tersebut setelah sebelumnya, BI menaikkan suku bunganya pada Oktober 2023 sebesar 25 basis poin (bps) dari 5,75%.

BI kemungkinan besar akan menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah sudah melandainya inflasi Indonesia.

Selain itu, hasil neraca dagang Indonesia yang lebih rendah sepanjang 2023 dibandingkan 2022 memberikan sentimen negatif khususnya bagi investor asing.

Secara keseluruhan, neraca dagang pada 2023 mencatat surplus US$36,93 miliar atau sekitar Rp574,6 triliun (asumsi kurs US$1 = Rp15.550), jauh lebih rendah dibandingkan pada 2022 sebesar US$54,46 miliar. Surplus juga dibayangi oleh melemahnya ekspor dan impor.

Impor Indonesia pada Desember 2023 bahkan tercatat terkontraksi 3,81% year on year/yoy pada Desember 2023.

Hal ini juga memberikan sentimen negatif bagi perekonomian Indonesia mengingat impor biasanya naik pada Desember sejalan dengan perayaan Hari Raya Natal dan tahun baru seharusnya mampu mengangkat impor dan permintaan dalam negeri.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Dolar AS Masih Terus Menguat, RI Waspada Tsunami Ekonomi

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts