Tabungan Orang RI Seret, Milenial Lebih Suka Jajan Saham


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyebut pertumbuhan tabungan masyarakat pada 2023 mengalami perlambatan. Dia mencatat selama 2023 pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya sebesar 4%.

“Pertumbuhan DPK kalau kita lihat itu rendah, hanya 4%,” kata Aviliani dalam diskusi ‘Evaluasi dan Perspektif Ekonom Perempuan Indef Terhadap Perekonomian Nasional’, Kamis (28/12/2023).

Berdasarkan catatan yang dijabarkan Aviliani, per November 2023 DPK perbankan hanya tumbuh 3,8% year on year. Sementara, giro tumbuh 3,4% (yoy), serta tabungan dan simpanan berjangka tumbuh 2,5% (yoy) dan 5,2% (yoy).

Aviliani mengatakan pertumbuhan DPK yang lemah ini disebabkan oleh faktor pergeseran pola menabung masyarakat. Dia mengatakan kau manak muda atau milenial saat ini sudah tidak tertarik lagi menaruh uangnya di tabungan. Kaum milenial, kata dia, kini memiiliki banyak pilihan untuk menabung di insrumen lainnya seperti saham dan obligasi.

“Memang kecenderungan kaum milenial sekarang tidak hanya menempatkan uangnya di bank, tapi sebenarnya sudah pakai instrumen saham dan obligasi, sehingga ini menyebabkan DPK semakin ke depan semakin rendah karena instrumen investasi dari milenial sudah berkembang,” kata dia.

Dia menilai apabila melemahnya peningkatan tabungan ini dibiarkan maka bisa berdampak negatif kepada industri perbankan. Sebab, kata dia, pertumbuhan DPK ini tidak sejalan dengan pertumbuhan permintaan kredit yang masih tinggi. Aviliani mencatat kredit perbankan tumbuh 9,7% (yoy) pada November. Kredit modal kerja tumbuh 10,2% (yoy) sedangkan kredit investasi dan konsumsi masing-masing di bawah 10% (yoy).

Karenanya, Aviliani menilai perbankan perlu berinovasi pada produk-produknya agar masyarakat kembali tertarik menaruh uang di tabungan. “Kalau tidak, bank akan kesulitan mendapatkan Dana Pihak Ketiga, itu kenapa regulator perlu juga melihat situasi ini. Jangan situasi berubah, regulasi tidak berubah,” kata dia.

Pernyataan Aviliani itu sejalan dengan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Perry mengatakan melambatnya pertumbuhan likuiditas atau dana pihak ketiga (DPK) itu disebabkan instrumen investasi kini semakin banyak, sehingga masyarakat tidak hanya mengalokasikan uang lebihnya untuk ditabung di bank saja, melainkan juga masuk ke berbagai instrumen investasi.

“Dulunya hanya di DPK, di tabungan di perbankan, sekarang bisa beli SBN, ritel maupun investasi-investasi yang lain, sehingga memang untuk kelompok menengah ini memang penurunan DPK antara lain ada pergeseran dari dulunya di DPK ke pembelian obligasi pemerintah,” tutur Perry saat konferensi pers di kantor pusat BI, Jakarta, dikutip Jumat (22/12/2023).

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


“Bocoran” Sektor & Saham Pilihan Panin AM Era Bunga Tinggi

(haa/haa)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts