Awas! Harga Minyak Bisa Tembus US$ 100/Barel Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak dunia telah melandai sepanjang tahun 2022 setelah sebelumnya sempat meroket pasca invasi Rusia ke Ukraina awal tahun lalu. Tahun ini sejumlah kondisi global diperkirakan akan mendikte pergerakan harga minyak, mulai dari pembukaan ekonomi China yang lebih luas hingga gejolak dan tekanan tinggi di sejumlah negara ekonomi terbesar utama dunia yang diperkirakan akan mengalami resesi tahun ini.

Read More

Sepanjang tahun ini Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin Rusia (OPEC+) telah mencoba menyeimbangkan pasar melalui perubahan pasokan, namun pelepasan cadangan minyak strategis dari AS dan Badan Energi Internasional (IEA), serta pembatasan harga minyak mentah Rusia telah membantu meredam harga.

Tahun lalu minyak brent mencatatkan rekor harga penutupan tertinggi dalam satu dekade di US$ 123,21/barel pada awal Maret, bahkan sempat menyentuh harga US$ 139 pada perdagangan intraday. Sepanjang 2022 harga minyak mentah dunia membukukan penguatan 10,45%. Meski demikian, sejak menyentuh level tertinggi, harga minyak tercatat surut 30% dan pada hari terakhir 2022 diperdagangkan di harga US$ 85,91/barel.


Permintaan Minyak 2023

Tahun ini ekonomi AS diperkirakan akan melambat, begitu juga dengan kontraksi di ekonomi Eropa dan Inggris yang kemungkinan akan menahan permintaan minyak. Prakiraan OPEC menunjukkan bahwa peningkatan permintaan terbesar kemungkinan besar berasal dari China dan India. Perekonomian kedua negara tersebut diperkirakan akan tumbuh masing-masing antara 5% hingga 6% pada tahun 2023.

Pelonggaran pembatasan penguncian di China, jika diteruskan dapat memberikan lebih banyak dukungan terhadap permintaan minyak. Akan tetapi di saat bersamaan terdapat ancaman nyata dari peningkatan kasus covid di negara tersebut. Saat ini sejumlah negara telah memperketat aturan kedatangan turis dari China dan mewajibkan tes Covid negatif untuk bisa masuk ke sejumlah negara, termasuk AS, Korea Selatan, Spanyol, India, Prancis dan Inggris.

Permintaan minyak dunia pada 2023 diperkirakan akan meningkat sebesar 2,25 juta barel per hari (bph), atau sekitar 2,3%, sebut OPEC dalam laporan bulanannya Desember lalu. Prakiraan tersebut stabil sejak bulan November, setelah sebelumnya sempat mengalami serangkaian penurunan proyeksi.

“Meskipun ketidakpastian ekonomi global tinggi dan risiko pertumbuhan di negara ekonomi utama tetap condong ke zona merah, sejumlah faktor-faktor positif yang dapat mengimbangi tantangan tersebut juga telah muncul,” kata OPEC dalam laporan tersebut.

Pasokan Minyak 2023

Total peningkatan pasokan minyak pada tahun 2023 diperkirakan akan sedikit di bawah pertumbuhan permintaan. Hal ini menunjukkan adanya potensi peningkatan harga yang moderat dari level saat ini – akhir tahun 2022.

Risiko utama terhadap kenaikan harga minyak akan terwujud jika terjadi peningkatan ketegangan geopolitik yang saat ini masih sedang berlangsung dan tetap mengancam. Selain itu, kemungkinan pemulihan ekonomi yang lebih cepat dari yang diharapkan di China, jika relaksasi diberlakukan permanen, akan menjadi ancaman nyata pada kenaikan harga minyak.

Pasar juga telah memperkirakan tingkat pertumbuhan yang melambat oleh ekonomi global yang sebagian sudah tercermin dari harga minyak saat ini. Risiko penurunan juga tetap ada jika pertumbuhan yang melambat di AS bergerak ke resesi, serta kemungkinan resesi berkepanjangan di beberapa bagian Eropa.

Namun OPEC+ telah bertindak cepat di masa lalu untuk melawan ancaman memudarnya permintaan melalui pembatasan pasokan, yang kemungkinan akan menjadi langkah utama untuk diambil apabila kondisi ekonomi global semakin parah.

Selanjutnya, Iran dan Venezuela dapat memiliki peran dalam menarik harga minyak ke bawah, apabila permasalahan terkait sanksi internasional dapat terselesaikan, meskipun kemungkinannya relatif kecil.

Pembicaraan nuklir Iran diketahui telah gagal berkali-kali selama setahun terakhir, dan tampaknya semakin tidak mungkin pencabutan sanksi AS akan terealisasi dalam waktu dekat. Hal ini salah satunya karena perkembangan Iran baik secara internal maupun eksternal yang tidak mendukung bagi AS mencabut sanksi internasional.

Akan tetapi jika sanksi pada akhirnya dicabut, Iran dapat meningkatkan pasokan sekitar 1,3 juta barel/hari, dengan asumsi bahwa pasokan Iran tetap pada level saat ini hingga tahun 2023.

Selanjutnya, apabila AS mencabut sanksi atas minyak Venezuela, pasokan tambahan potensial diperkirakan akan lebih terbatas dan tidak akan terlalu mengubah keseimbangan global secara signifikan.

Prediksi Harga Minyak Global

Dengan OPEC yang memiliki kekuatan signifikan dalam menentukan pasokan yang pada akhirnya ikut mendikte pembentukan harga, minyak mentah global diperkirakan akan sedikit lebih mahal dari kondisi eksisting saat ini.

Biro Informasi Energi (EIA) AS per tanggal 6 Desember 2023 memperkirakan harga rata-rata minyak mentah global mencapai US$ 92/barel pada tahun 2023.

Jajak pendapat Reuters dari 38 ekonom/analis per 1 Desember 2022 memberikan perkiraan rata-rata harga minyak tahun ini berada di angka US$ 100,50/barel.

JP Morgan Chase & Co. memperkirakan minyak mentah brent secara rata-rata berada di sekitar level US$ 90/barel pada tahun 2023, menurut laporan per November 2022.

Pada bulan November, ekonom Goldman Sachs mengungkapkan bahwa jika China mengakhiri kebijakan pengunciannya, harga minyak dapat mencapai US$ 125/barel.

Sementara itu bank multinasional asal Belanda, ING, memprediksi harga minyak mentah brent tahun 2023 akan berada di angka US$ 104/barel, sedangkan untuk minyak mentah acuan AS, WTI, diproyeksikan berada di harga US$ 101/barel.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Resesi Bikin Harga Minyak Dunia ‘Mendingin’, RI Untung?

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts