Bos BI Beri Peringatan, Ungkap 5 Beban Ekonomi Global

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketidakpastian perekonomian global yang tak bisa ditebak ‘memaksa’ rapat bulanan dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) naik menjadi 6%. Gubernur BI Perry Warjiyo menyoroti perkembangan dan perubahan informasi yang sangat cepat sedang terjadi. 

Read More

Dia pun menekankan ada lima perubahan yang menjadi sorotan dan juga diakui negara-negara yang hadir dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2023 di Maroko.

Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dari perkiraan awal 2.9% menjadi 2,8%. Di samping adanya divergensi pertumbuhan antar negara yang semakin melebar.

“China sekarang sudah melambat dan akan melambat nah ini yang kemudian dalam 2 tahun ke depan 2024 2025 pertumbuhan ekonomi akan melambat tahun depan divergensi sumber pertumbuhan ekonomi melebar baru menyempit di 2025,” paparnya, dikutip Sabtu (21/10/2023).

“Dan baru 2026 kemungkinan akan stabilizing jadi 2024 masih diliputi uncertainty mengenai pertumbuhan global yang akan cenderung melambat,” kata Perry.

Maka dari itu, seluruh dunia memang harus mendorong permintaan domestik supaya pertumbuhan ekonomi masih tinggi.

Kedua, adalah meningkatnya tensi ketegangan geopolitik. Implikasinya paling nyata sudah terlihat pada harga minyak bumi dan pangan. Perry melihat kondisi ini akan memperlambat penurunan inflasi di banyak negara.

Ketiga, suku bunga acuan AS fed fund rate akan tinggi dalam waktu yang lama. Perry juga melihat akan ada kenaikan suku bunga acuan AS pada Desember 2023.

“Tapi kan ketidakpastian tinggi, meski naik atau tidak naik masih akan tetap tinggi khususnya di paruh pertama tahun depan baru mulai turun pada paruh kedua jadi kemungkinan akan begitu,” ujar Perry.

Keempat, Perry menjelaskan kenaikan suku bunga acuan tidak hanya di jangka pendek tapi kebijakan moneter menaikkan suku bunga global jangka pendek. Sehingga US treasury sekarang naik.

“Jadi term higher for longer akan lebih tinggi untuk yield suku bunga obligasi pemerintah dari negara-negara maju,” imbuhnya.

BI menilai ada probabilitas sekitar 40 persen, Fed Fund Rate akan naik pada Desember 2023 dan ketidakpastian tinggi.

Perry mengungkapkan kenaikan yield obligasi negara maju, termasuk US Treasury, dapat berdampak pada aliran modal di emerging market, termasuk Indonesia.

Kelima, adalah dampaknya, di mana dolar AS begitu perkasa dan melemahkan mata uang banyak negara di dunia, termasuk rupiah. Perry pun mengakui penyebab rupiah terus melemah beberapa hari terakhir.

Menurutnya, kondisi ini tidak terlepas dari kecenderungan perilaku pasar keuangan ataupun investor yang lebih memilih memegang uang kertas dolar alias fenomena cash is the king.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Situasi Dunia Makin Gawat! AS – China Jadi Biang Kerok

(dce)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts