Cadev RI Turun Setelah 5 Bulan Nanjak, Rupiah Ikut Keok

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (8/5/2023). Rupiah sebenarnya membuat perdagangan dengan menguat 0,14%, tetapi tidak lama berbalik melemah hingga menyentuh Rp 14.718/US$.

Read More

Rilis data cadangan devisa (Cadev) Indonesia yang menurun gagal membuat rupiah bangkit, meski masih mampu memangkas pelemahan dan menutup perdagangan di Rp 14.695/US$, melemah 0,17% di pasar spot melansir data Refinitiv.

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2023 tetap tinggi sebesar US$ 144,2 miliar. Posisi ini sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2023 sebesar US$ 145,2 miliar.

Ini menjadi pertama kalinya Cadev Indonesia turun dalam enam bulan terakhir.

Menurut BI, penurunan cadangan devisa terjadi akibat pembayaran utang dan kebutuhan likuiditas.

“Penurunan posisi cadangan devisa pada April 2023 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional,” Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Senin (8/5/2023).

Penurunan Cadev menjadi sentimen negatif bagi rupiah, sebab “amunisi” BI untuk menstabilkan rupiah saat mengalami gejolak menjadi berkurang.

Di sisi lain, rupiah juga tertekan akibat ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga.

Pada Jumat malam lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang April perekonomian Amerika Serikat mampu menyerap 253.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebanyak 180.000 orang.

Tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% dari bulan sebelumnya 3,5%. Padahal, Wall Street memproyeksikan naik menjadi 3,6%. Tingkat pengangguran 3,4% ini menyamai rekor terendah sejak 1969.

Kemudian rata-rata upah per jam naik 0,5% month-to-month, lebih tinggi dari ekspektasi 0,3% sekaligus tertinggi dalam satu tahun terakhir. Secara year-on-year, rata-rata upah tersebut naik 4,4% juga lebih tinggi dari ekspektasi 4,2%.

Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat dengan rata-rata upah yang tinggi tentunya menjadi kabar baik. Tetapi, dalam kondisi “perang” melawan inflasi hal itu menjadi buruk bahkan bisa sangat buruk.

Rata-rata upah per jam yang masih naik tinggi tentunya membuat daya beli masyarakat tetap kuat. Alhasil, inflasi menjadi sulit turun.

The Fed yang sebelumnya mengindikasikan akan menghentikan kenaikan suku bunganya kini muncul lagi “benih-benih” pengetatan lebih lanjut.

Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 8% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada bulan Juni. Padahal sebelum rilis data tenaga kerja, probabilitas tersebut nyaris nol.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Video: Menguat Lebih Dari 1%, Rupiah Tembus Rp 14.985/USD

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts