Data Neraca Dagang Tak Sesuai Harapan, Rupiah Keok Dolar Jadi Rp15.615


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) usai data neraca dagang Badan Pusat Statistik (BPS) di luar ekspektasi pasar dan utang luar negeri (ULN) Indonesia yang kian bertambah tinggi.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,16% di angka Rp15.615/US$. Posisi ini mematahkan tren penguatan yang terjadi sejak 7 Februari 2024.

Sementara DXY pada pukul 14.48 WIB melemah di angka 104,64 atau turun tipis 0,08%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan Rabu (14/2/2024) yang berada di angka 104,72.



Pada siang hari tadi, BPS telah merilis data neraca perdagangan beserta ekspor impor yang tercatat lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pelaku pasar yang dihimpun oleh CNBC Indonesia.

Sebelumnya konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2024 akan mencapai US$ 2,42 miliar.

Sementara itu BPS melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia Januari 2024 hanya surplus US$2,01 miliar. Ekspor Indonesia pada Januari 2024 turun 8,34% (month to month/mtm) menjadi US$20,52 miliar. Sementara impor US$18,51 miliar atau naik 0,36% (mtm).

Chief Economist BCA David Sumual menilai perlambatan surplus neraca dagang Januari 2024 sudah selaras dengan melambatnya demand global dan turunnya harga komoditas.

Angka yang lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi ini memberikan dampak negatif bagi pasar keuangan domestik termasuk rupiah mengingat perspektif investor khususnya investor asing terhadap Indonesia menjadi kurang baik.

Lebih lanjut, ULN yang dirilis BI juga tercatat mengalami kenaikan pada Desember 2023 atau kuartal IV-2024 tercatat sebesar US$407,1 miliar atau Rp6.349,13 triliun (Rp15.596 per US$). Angka ini tumbuh 2,7% (year on year/yoy) dan meningkat 1,54% dibandingkan bulan November 2024.

“Selain itu, peningkatan posisi ULN pada kuartal IV-2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global termasuk rupiah,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Kamis (15/4/2024).

Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.

Menurut BI, kenaikan ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.

Bertambahnya ULN Indonesia juga semakin memperburuk fundamental ekonomi Indonesia di mata asing. Alhasil tekanan terhadap mata uang Garuda pun tak terbendung.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Impor Indonesia Lesu, Dolar Kembali Tembus Rp15.700

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts