Jreng, Malaysia Larang Ekspor CPO ke Eropa! Indonesia Ikutan?

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) langsung menguat di sesi awal perdagangan Jumat (13/01/2023) pasca Malaysia mengancam akan melarang ekspor CPO dan produk turunannya ke Uni Eropa. Tercatat di Bursa Malaysia Exchange pada sesi awal perdagangan pukul 07:40 WIB harga CPO mulai merangkak naik ke 0,08% ke MYR 3.914 /ton.

Read More

Naiknya harga CPO ini menjadi angin segar bagi para eksportir CPO, pasalnya akhir-akhir ini harga CPO menunjukkan tren yang lesu. Sehari sebelumnya Kamis (12/1/2023), harga CPO ditutup stagnan di posisi MYR 3.911 per ton. Bahkan, dua hari sebelumnya harga CPO tercatat jeblok. Pelemahan harga CPO juga terlihat dalam tren sepekan di level 3,4% sementara dalam sebulan masih menanjak 0,72%. Sedangkan dalam setahun, harga CPO masih ambles di level 24,2%.

Seperti diketahui, Malaysia pada Kamis (12/1/2023) mengancam akan menghentikan ekspor CPO ke Uni Eropa (UE) sebagai bentuk protes diskriminasi kawasan tersebut terhadap komoditas CPO. Undang-Undang (UU) Uni Eropa yang baru akan mengatur pembelian/penjualan CPO secara ketat sebagai upaya untuk melindungi hutan. UU tersebut akan melarang minyak sawit dan komoditas lain yang ditengarai melakukan deforestasi. Pengecualian diberikan jika mereka bisa menunjukkan komoditas tersebut tidak andil dalam merusak hutan.

Lantas Bagaimana dengan Indonesia?

Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof mengatakan Indonesia dan Malaysia masih terus mendiskusikan perihal UU baru tersebut.

“Jika kita kita harus menggandeng ahli-ahli dari luar negeri untuk melawan balik langkah Uni Eropa maka langkah itu akan kita lakukan,” tutur Fadilah seperti dikutip dari Reuters.

“Atau opsi lainnya adalah kita bisa saja menghentikan ekspor ke Eropa. Kita akan fokus ke negara lain jika Uni Eropa mempersulit kami untuk melakukan ekspor ke mereka,” lanjut Fadillah.

Dari catatan Dewan Sawit Malaysia (MPOBD), Uni Eropa memberikan kontribusi sebesar 9,4% terhadap pasar CPO Malaysia, sehingga wilayah ini berada di urutan ketiga dalam tujuan ekspor CPO Malaysia. Ekspor CPO dan produk turunannya dari Malaysia ke Uni Eropa diperkirakan mencapai 1,47 juta ton pada 2022, turun 10,5% dibandingkan 2021. Sepanjang Januari-November 2022, Uni Eropa sudah mengimpor CPO dan produk turunannya dari Malaysia sebesar 1,33 juta ton dengan nilai MYR 7,4 miliar. Kalau dirincikan dari negaranya, Belanda adalah pembeli terbesar dengan volume impor mencapai 740.320 ton. Kemudian, jumlah ini disusul dengan Italia yang mengimpor sebanyak 243.890 ton.

Untuk perdagangan CPO Indonesia dan Uni Eropa sendiri, jumlah ekspor kita lebih besar dibandingkan Malaysia, yakni mencapai 1,72 juta ton pada Januari-November 2022. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pasar terbesar CPO Indonesia di Uni Eropa adalah Spanyol dan Italia. Pada Januari-Oktober 2022, Spanyol mengimpor CPO dari Indonesia sebesar 470.938 ton, disusul Italia sebesar 455.100 ton.

Yang sering kali menjadi landasan yang dibawa Uni Eropa dalam mengkritisi CPO adalah temuan aktivis lingkungan yang mengatakan industri kelapa sawit telah melakukan deforestasi pada hutan Asia Tenggara. Merespon hal ini, pemerintah Indonesia dan Malaysia telah mewajibkan standar sertifikasi perkebunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kendati demikian para aktivis lingkungan tetap melayangkan tuduhan mereka.

Fadillah, yang juga anggota Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC), sepakat untuk bekerja sama melawan UU Uni Eropa yang menurutnya tidak berdasar.

Duta Besar Uni Eropa untuk Malaysia Michalis Rokas membantah jika UNI Eropa akan melarang impor CPO dari Malaysia ataupun menargetkan Malaysia melalui UU tersebut.

“UU tersebut diterapkan setara untuk semua komoditas yang dihasilkan dari negara manapun termasuk anggota Uni Eropa. Kami hanya ingin memastikan bahwa produksi komoditas tidak membuat deforestasi lebih besar lagi,” tutur Rokas, kepada Reuters.

Setelah Malaysia mengancam akan melarang ekspor ke Uni Eropa, menarik ditunggu apakah Indonesia akan melakukan rencana serupa. Hingga kini, pejabat Indonesia belum mengomentari pernyataan Malaysia. Namun, Indonesia berkali-kali telah melayangkan protes mengenai kebijakan sawit Uni Eropa.

Sebagai catatan, Uni Eropa memiliki catatan panjang dengan produsen minyak sawit mengenai penolakan mereka terhadap produk CPO, termasuk dengan Indonesia. Pada 2017, Indonesia memprotes keras kebijakan Eropa yang akan melarang penggunaan biofuel berbasis CPO melalui aturan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa. Indonesia menggugat kebijakan Uni Eropa tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Uni Eropa akhirnya tidak melarang penggunaan biofuel tersebut minimal hingga 2030.

Menjadi sorotan Kepala Negara

Posisi Indonesia dan Malaysia sebagai produsen besar kelapa sawit sangat strategis. Mengingat Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok 85% CPO di dunia. Oleh karena itu, kebijakan kedua negara tersebut di sektor CPO akan sangat menentukan harga CPO di pasar global.

Posisi penting ini sangat disadari oleh kedua kepala negara. Dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (9/1/2023), Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Kerajaan Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan komitmen kerja sama Indonesia-Malaysia untuk melawan diskriminasi terhadap sawit.

“Kita juga tadi bersepakat memperkuat kerja sama melalui Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC) untuk meningkatkan pasar minyak kelapa sawit dan memerangi diskriminasi terhadap kelapa sawit,” tutur Jokowi, usai pertemuan.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Cuma di Malaysia, ‘Kiamat’ Jadi Berkah! Ini Buktinya

(Anisa Sopiah/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts