Kecuali Nikkei Jepang, Bursa Asia Dibuka Kebakaran


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia Mayoritas bursa Asia-Pasifik cenderung melemah pada perdagangan Selasa (27/2/2024), di mana sentimen pasar cenderung memburuk setelah bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street ditutup melemah.

Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Nikkei 225 Jepang yang menguat pada hari ini, yakni terapresiasi 0,31%. Pasar saham Jepang kembali menguat setelah dirilisnya data inflasi terbaru yang kembali melandai dan di tengah lesunya perekonomian Jepang.

Sedangkan sisanya terpantau melemah. Indeks Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,33%, Shanghai Composite China terpangkas 0,38%, Straits Times Singapura melemah 0,45%, ASX 200 Australia turun 0,18%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,14%.

Pasar saham Jepang kembali menguat setelah dirilisnya data inflasi terbaru yang kembali melandai. Inflasi konsumen (consumer price index/CPI) Jepang pada Januari lalu kembali melandai menjadi 2,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Desember 2023 mencapai 2,6%.

Sedangkan CPI inti, yang tidak termasuk makanan segar yang bergejolak, juga turun menjadi 2% pada bulan lalu, dari sebelumnya sebesar 2,3% pada Desember 2023.

Penurunan indeks harga konsumen inti (CPI) sedikit meleset dari perkiraan, dengan ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan sebesar 2,1% (CPI) dan 1,8% (CPI inti).

Namun angka tersebut melanjutkan tren penurunan inflasi selama setahun terakhir. Terakhir kali CPI berada di bawah target inflasi 2% bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) adalah pada Maret 2022, ketika harga-harga naik 0,8% (yoy).

Sejak saat itu, inflasi telah meningkat hingga mencapai 4,2% pada Januari 2023, sebelum secara bertahap menurun.

Tidak seperti bank sentral besar lainnya yang telah menaikkan suku bunga dan mungkin akan segera mulai menurunkan suku bunga lagi, BoJ tetap berpegang pada kebijakan ultra-longgarnya.

Hal ini memberikan tekanan pada yen. Namun tidak untuk pasar saham yang terus mencetak rekor dalam beberapa hari terakhir.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,16%, S&P 500 terkoreksi 0,38%, dan Nasdaq Composite turun 0,13%.

Investor di Wall Street menanti rilis data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS periode Januari 2024, yang merupakan ukuran inflasi pilihan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Data ini akan dirilis pada Kamis mendatang.

Hal ini dapat mengurangi antusiasme pasar baru-baru ini jika data menunjukkan tekanan harga tidak cukup cepat mereda.

Sebelumnya pada pekan lalu, Wall Street bergairah karena dibantu oleh kenaikan saham chip Nvidia, di mana penopangnya yakni kinerja yang membaik di kuartal IV-2023.

Investor pun sempat mengamati apakah momentum kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat bertahan seiring dengan masih adanya risiko ekonomi dan inflasi.

Jika inflasi PCE nantinya belum menunjukkan tanda mendingin, maka ekspektasi pasar akan suku bunga The Fed dipangkas lebih cepat semakin memudar.

Baru-baru ini, pasar memundurkan ekspektasi pelonggaran suku bunga ke pertemuan Juni, menurut FedWatch Tool dari CME.

Berdasarkan perangkat tersebut, pasar yang memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga acuannya di pertemuan 20 Maret mendatang mencapai 98%. Hal ini tentunya berkebalikan dari posisi awal tahun ini yang banyak memperkirakan The Fed mulai memangkas suku bunga.

Selain data inflasi PCE, investor di Wall Street juga akan menanti rilis data mengenai barang tahan lama, kepercayaan konsumen, dan aktivitas manufaktur akan dirilis akhir pekan ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Kenapa ya?

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts