Krisis Perbankan AS Makin Ngeri, Bos-Bos Bank RI Buka Suara

Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) belum bebas dari krisis perbankan. Kini, First Republic Bank menandai kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah AS, setelah Washington Mutual Inc yang gagal pada tahun 2008.

Read More

Senin dini hari, krisis perbankan resmi memakan korban baru dengan regulator AS menyita First Republic Bank dan mencapai kesepakatan untuk menjual sebagian besar operasinya kepada JPMorgan Chase, bank terbesar di AS.

Menanggapi hal ini, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA mengatakan bahwa masalah utama dari kejatuhan First Republic adalah soal kualitas. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya saham JPMorgan Chase & Co (NYSE:JPM) usai mengakuisisi bank yang bermasalah itu.

Saat dihubungi CNBC Indonesia, Jahja menyoroti bagaimana harga saham JPM naik dari US$ 130 naik ke US$ 141 per saham.

“Di sana [Amerika Serikat], bank yang jelek amblas. Tapi seperti JPMorgan Chase & Co, sahamnya naik,” ujarnya, Selasa (2/5/2023).

“Ya, jadi [kegagalan bank] goes to quality, ya,” katanya lagi.

Ia juga optimis perbankan Indonesia aman dan terhindar dari krisis perbankan yang belum selesai di AS itu.

Senada, Nixon LP Napitupulu selaku Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) atau Bank BTN juga meyakini dampak krisis perbankan di AS sangat kecil.

“Dampaknya ke Indonesia harusnya sangat minim ya. Apalagi seperti BTN bisa dibilang bank BUMN yang sangat domestik 100%. KPR kan dalam valuta rupiah, sehingga hampir tidak ada penempatan dana kita di lembaga asing,” katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (2/5/2023).

Menyegarkan ingatan, krisis perbankan regional AS bermula pada Maret 2023, saat Silicon Valley Bank (SVB) kolaps. Tepatnya pada 9 Maret 2023, saham SVB anjlok 60% dengan nasabah menarik uang hingga US$ 40 miliar.

Tidak lama berselang, Bank Kripto Silvergate mengumumkan pemberhentian operasi dan melakukan likuidasi karena kerugian besar yang dialami. Pada 12 Maret 2023 regulator New York menyita Signature Bank.

Pada 13 Maret 2023, Presiden AS Joe Biden menyebut perbankan AS aman, namun saham bank regional terus berjatuhan dengan First Republic anjlok hingga 60% dalam sehari. Dari belahan benua lain, Bank Sentral Inggris mengumumkan bahwa HSBC akan mengakuisisi anak usaha SVB di Inggris untuk menghindari efek domino yang mungkin terjadi.

Pada 16 Maret 2023, sebanyak 11 bank besar AS tanggung rente menyediakan bantuan US$ 30 miliar kepada First Republic yang diinisiasikan oleh Menkeu AS Yellen dan bos JPMorgan Jamie Dimon.

Kemudian pada 17 Maret 2023, sehari setelah mendapatkan kepastian bantuan, saham First Republic kembali merosot dan diisukan tengah dalam pembicaraan dengan sejumlah pemodal swasta (private equity/PE) untuk mengakuisisi sebagian bisnis perusahaan.

Pada 26 Maret, First Citizen Bank setuju untuk mengakuisisi SVB setelah sekian lama kesusahan mencari pembeli. Kesepakatan tersebut termasuk pembelian pinjaman senilai US$ 72 miliar atau terdiskon US$ 16,5 miliar dari harga wajar. Sementara itu US$ 90 miliar sekuritas dan aset lainnya tidak masuk dalam penjualan dan masih dalam kendali LPS AS.

Sementara saham First Republic anjlok 50% pada 25 April 2023, pasca pengungkapan kinerja keuangan. Keesokannya, saham terus ambles pada sampai menyentuh harga US$ 5,69 per saham dari semula mencapai US$ 150 sekitar setahun sebelumnya.

Pada 28 April, The Fed merilis laporan yang menyebut keteledoran dalam mengawasi bank regional AS serta gagal mengambil langkah kuat sebelum kejatuhan SVB. LPS AS secara terpisah merilis laporan dan mencerca manajemen buruk Signature Bank.

Pada 1 Mei, First Republic diambil alih oleh LPS AS dan segera dijual ke JPMorgan Chase, menjadikannya bank AS terbesar kedua berdasarkan aset yang runtuh setelah Washington Mutual pada tahun 2008.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Gonjang-Ganjing Credit Suisse Makan Korban Baru, Siapa?

(Zefanya Aprilia/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts