Saham Perbankan Raksasa RI Lagi ‘Diskon’, Waktunya Beli?

Jakarta, CNBC Indonesia – Saham perbankan raksasa RI tercatat sedang mengalami pelemahan, salah satunya karena kekhawatiran ekonomi global imbas kebijakan bank sentral AS.

Read More

Pelemahan sektor finansial ikut menyeret kinerja IHSG yang kembali tertekan dan kini berada di level psikologis 6.700.

Investor asing juga diketahui terus gemar melepas saham big cap di bursa saham Tanah Air. Alhasil, kinerja baik musiman (seasonality) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Oktober terancam tak muncul kali ini.

Investor asing membukukan aksi jual bersih (net sell) Rp3,98 triliun di pasar reguler selama sebulan terakhir di tengah kekhawatiran soal kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang masih akan tinggi dalam waktu yang lebih lama.

Saham tiga bank kakap menjadi sasaran jual investor asing selama sebulan belakangan.

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), misalnya, mengalami net sell Rp2,1 triliun selama sebulan per 25 Oktober 2023. Kemudian, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) net sell Rp1,6 triliun dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) net sell Rp830,9 miliar.

Saham ketiga bank dengan kapitalisasi pasar (market cap) jumbo tersebut juga melemah selama sebulan.


Kenaikan imbal hasil US Treasury masih menjadi momok yang menghantui pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Imbal hasil Treasury AS ditutup di posisi 4,95% pada perdagangan kemarin, Rabu (25/10/2023). Imbal hasil masih bergerak di level tertinggi lagi sejak 2007 karena investor terus menilai prospek suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang lebih tinggi untuk jangka panjang

Bahkan pada perdagangan intraday Senin (23/10), imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun yang menjadi acuan pasar sempat melonjak ke 5,012%. Sedangkan imbal hasil obligasi Treasury 30-tahun naik sekitar 8 basis poin menjadi 5,173%. Yield bergerak berbanding terbalik dengan harga obligasi.

Potensi Window Dressing

Pelemahan yang sedang terjadi si saham sektor perbankan, khususnya raksasa blue chip, dapat menjadi peluang, mengingat musim permak portofolio atau window dressing diharapkan akan segera datang.

Secara historis, jelang akhir tahun akan ada aksi window dressing, yakni mempercantik laporan keuangan di masa menjelang tutup buku atau pada kuartal akhir.

Masa window dressing jelang akhir tahun ini selalu dinantikan pelaku pasar. Pasalnya, banyak pendanaan besar masuk untuk menjadi pemanis pada portofolionya.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan potensi window dressing tahun ini ada. Namun perlu dicatat, situasi dan kondisi global dalam negeri harus mendukung aksi tersebut.

Nico mencermati bahwa masa menjelang tahun politik dalam negeri memberikan harapan adanya kenaikan daya beli dan konsumsi. Sementara secara global, ketidakpastian ekonomi masih akan melanda pasar yang membuat pasar ragu. Belum lagi, kata dia, adanya potensi kenaikan tingkat suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) sekali lagi pada tahun ini.

“Hal hal ini yang membuat windows dressing masih tak menentu, meskipun secara probabilitas kinerja emiten tanah air masih memberikan harapan,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (23/10/2023).

Senada, Senior Vice President PT Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan tidak bisa memastikan apakah aksi window dressing akan dilakukan akhir tahun ini. Tetapi, faktor penyebabnya tidak hanya berasal dari situasi global saja.

“Likuiditas di pasar modal Indonesia sangat terbatas. Hal ini menyulitkan para investor asing untuk masuk ke pasar domestik. Pilihan saham yang dapat dipilih menjadi sangat terbatas (10-15 saham saja) dan umumnya saham sektor perbankan. Secara keseluruhan, IHSG sangat bergantung terhadap capital inflow untuk mendorong return dari indeks,” jelas Reza kepada CNBC Indonesia, Senin (23/10/2023).

Selain itu, ia menyebut investor asing masih menanti siapa yang akan menjadi Menteri Keuangan RI selanjutnya. Menurut Reza, terdapat pandangan skeptis dari para investor asing terkait pengganti Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo, “dikarenakan kinerja mereka yang luar biasa selama beberapa waktu ke belakang”.

Di sisi lain, Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyorot bahwa statistik untuk bulan Desember selama ini hampir selalu positif. Maka, tidak perlu terlalu khawatir akan koreksi yang terjadi, terutama pada saham-saham yang masih mampu menorehkan kinerja positif pada kuartal III-2023.

“Semakin dekat akhir Oktober, semakin banyak emiten yang merilis kinerja Q3. Hal ini bisa diantisipasi supaya tidak salah pilih saham yang layak untuk investasi,” kata Pandhu kepada CNBC Indonesia, Senin (23/10/2023).

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


7 Saham Bank Digital Loyo, Sudah Kemahalan?

(fsd/fsd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts