Sempat Menguat, Harga Minyak Malah Loyo

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak mentah terpantau berbalik melemah pada perdagangan Rabu (19/4/2023), setelah sempat menguat ditopang oleh makin kuatnya ekonomi China, yang dapat berimbas pada kenaikan permintaan.

Read More

Per pukul 11:55 WIB, harga minyak mentah jenis Brent melemah 0,24% ke posisi harga US$ 84,57 per barel, sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,26% menjadi US$ 80,67 per barel.

Padahal keduanya sempat menguat pada perdagangan pagi hari ini waktu Indonesia.

Harga minyak sempat mendapat dorongan dari laporan industri yang menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun sekitar 2,68 juta barel dalam pekan yang berakhir 14 April, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute pada Selasa kemarin.

Persediaan bensin turun sekitar 1,02 juta barel, sementara stok sulingan turun sekitar 1,9 juta barel, menurut sumber dengan menggunakan inisial anonim.

Adapun Administrasi Informasi Energi (US Energy Information Administration/EIA), bagian statistik dari Departemen Energi AS, dijadwalkan akan memberikan laporan resmi terkait persediaan minyak pada pukul 21:30 WIB.

Di lain sisi, ditahannya harga agar tidak bergerak lebih tinggi menjadi kekhawatiran pelaku pasar bahwa potensi kenaikan suku bunga AS dapat menahan pertumbuhan ekonomi di negara konsumen minyak terbesar tersebut.

“The Fed kemungkinan memiliki satu lagi kenaikan suku bunga untuk melawan inflasi,” kata Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic.

Meski begitu, Bostic menjadi salah satu pejabat The Fed yang bernada ‘dovish’, karena dia memprediksi bahwa The Fed kemungkinan besar hanya akan menaikkan suku bunga sekali lagi. Bostic pun berharap bahwa The Fed dapat bersikap dovish kedepannya.

Namun, beberapa pejabat The Fed lainnya masih bernada ‘hawkish’. Salah satunya yakni Presiden The Fed St. Louis James Bullard, di mana dia mengatakan bahwa The Fed perlu terus menaikkan suku bunga karena inflasi AS masih membandel.

Perbedaan sikap dari para pejabat The Fed tersebut membuat pelaku pasar kembali dibingungkan, karena masih ada yang menginginkan The Fed tetap di jalur hawkish, tetapi juga ada yang ingin The Fed sudah mulai dovish.

Namun, pelaku pasar memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) pada pertemuan edisi Mei mendatang.

Berdasarkan survei CME FedWatch, sebanyak 82,5% pelaku pasar bertaruh The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp pada Mei mendatang. Sisanya yakni 17,5% bertaruh The Fed akan mulai menahan suku bunga pada Juni.

Di lain sisi, tumbuhnya perekonomian China pada kuartal I-2023 diharapkan dapat mendongkrak harga minyak dunia mengingat China adalah konsumen terbesar kedua minyak mentah di dunia setelah AS.

Sebelumnya kemarin, ekonominya terus mengalami pemulihan. Pada kuartal I-2023, ekonomi China tumbuh tumbuh 4,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih baik dari ekspektasi pasar yang memperkirakan ekonomi China tumbuh 4%.

Angka ini juga lebih baik dari pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV-2022 yang tercatat tumbuh 2,9% (yoy).

Secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), ekonomi China tumbuh 2,2% pada kuartal I-2023, jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 0,6%.

Ekonomi China melesat setelah pelonggaran kebijakan Covid-19. Pelonggaran Covid-19 memicu rebound yang tajam dalam aktivitas dan pengeluaran bisnis, dengan permintaan meningkat sehingga menguntungkan industri jasa.

Dengan ekonomi yang melonjak, maka permintaan minyak dunia diharapkan naik sehingga harga bisa terkerek ke depan. Apalagi, aktivitas industri dan ritel China juga sudah mulai pulih.

Produksi industri Chna melesat 3,9% (yoy) pada Maret 2023, dibandingkan 2,4% (yoy) pada Januari-Februari. Penjualan ritel China melesat 10,6% (yoy) pada Maret tahun ini, dari 3,5% pada bulan sebelumnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Arab Bersabda, Harga Minyak Mentah pun Nanjak 1%!

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts