Setelah Anjlok Ulah Kartel Arab Saudi, Harga Minyak Kembali Bangkit


Read More

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak dibuka lebih tinggi pada awal perdagangan pagi hari ini, setelah anjlok 4% pada perdagangan sebelumnya setelah Arab Saudi memotong harga jual resmi minyak dan peningkatan produksi minyak.

Pada pembukaan perdagangan hari ini Selasa (9/1/2024), harga minyak mentah WTI dibuka lebih tinggi atau naik 0,20% di posisi US$70,91 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent dibuka menguat 0,24% ke posisi US$76,3 per barel.


Pada perdagangan Senin (8/1/2024), harga minyak mentah WTI ditutup terperosok 4,12% di posisi US$70,77 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent terjun 3,35% ke posisi US$76,12 per barel.

Harga minyak turun hingga 4% pada perdagangan Senin karena penurunan harga yang tajam oleh eksportir minyak utama Arab Saudi dan kenaikan produksi OPEC yang mengimbangi kekhawatiran pasokan yang disebabkan oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Kedua kontrak minyak tersebut naik lebih dari 2% pada minggu pertama tahun 2024 karena risiko geopolitik di Timur Tengah meningkat setelah serangan Houthi Yaman terhadap kapal-kapal di Laut Merah.

Pada hari Minggu lalu, meningkatnya pasokan minyak dan persaingan dari produsen saingannya, mendorong Arab Saudi untuk memangkas harga jual resmi (OSP) minyak mentah Arab Light andalan mereka ke Asia ke level terendah dalam 27 bulan pada bulan Februari.

“Hal ini meningkatkan kekhawatiran mengenai permintaan di China dan juga permintaan global,” ujar analis Price Futures Group Phil Flynn. “Pasar saham berada pada awal yang lemah tahun ini dan berita dari Arab Saudi ini telah menyebabkan kejatuhan pasar.”

Survei Reuters pada hari Jumat menemukan bahwa produksi minyak OPEC meningkat pada bulan Desember 2023 karena peningkatan di Angola, Irak dan Nigeria mengimbangi pengurangan yang berkelanjutan oleh Arab Saudi dan anggota aliansi OPEC+ lainnya.

Peningkatan ini terjadi menjelang pengurangan produksi OPEC+ lebih lanjut pada tahun 2024 dan keluarnya Angola dari OPEC mulai tahun ini, yang diperkirakan akan menurunkan produksi dan pangsa pasar pada bulan Januari.

“Jika kita hanya fokus pada fundamental, termasuk persediaan yang lebih tinggi, produksi OPEC/non-OPEC yang lebih tinggi, dan OSP Saudi yang lebih rendah dari perkiraan, tidak mungkin ada hal lain selain bearish pada minyak mentah,” ujar analis IG Tony Sycamore, dilansir dari Reuters.

“Namun, hal ini tidak memperhitungkan fakta bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali meningkat, yang berarti penurunannya terbatas,” tambah Sycamore.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengadakan lebih banyak pembicaraan dengan para pemimpin Arab pada hari Senin sebagai bagian dari dorongan diplomatik untuk menghentikan perang di Gaza agar tidak meluas.

Konflik tersebut telah memicu kekerasan di Tepi Barat yang diduduki Israel, Lebanon, Suriah dan Irak, dan juga menyebabkan serangan Houthi di jalur pelayaran Laut Merah.

Sementara itu, penurunan harga minyak dipicu oleh force majeure yang dilakukan Perusahaan Minyak Nasional Libya pada hari Minggu di ladang minyak Sharara, yang dapat memproduksi hingga 300.000 barel per hari.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Ulah China, Harga Minyak Jatuh ke Level Terendah 6 Bulan

(saw/saw)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts