Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Menteri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan transisi energi membutuhkan pembiayaan dari perbankan.
“Ini peran perbankan bagaimana memberikan persyaratan, dan mengarahkan, memberikan bunga lebih murah untuk pengusaha-pengusaha pembangkit [listrik] yang mau menurunkan emisinya jangka pandek,” kata Tiko dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024, Jumat (22/12/2023).
Tiko melanjutkan bahwa dari sisi permodalan banyak perusahaan-perusahaan energi skala dunia masuk ke Indonesia. Belum lama ini pemerintah meresmikan power plant di Cirata, Jawa Barat dengan menggandeng perusahaan Arab Saudi.
Adapun sebelumnya Kementerian Keuangan memperkirakan transisi energi di Indonesia membutuhkan sekitar Rp 3.500 triliun. Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu menyediakan sekitar 5 persen dari kebutuhan dana transisi energi tersebut. Sementara sisanya masih membutuhkan dukungan dari pihak swasta.
Sementara itu, sejumlah bank besar telah melaporkan penyaluran kredit berkelanjutan terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik (ESG). PT Bank Mandiri (Persero)Tbk. mencatat hingga kuartal ketiga 2023, menyalurkan Rp 122 triliun kredit hijau.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. melaporkan pada kuartal III-2023 membukukan penyaluran kredit berkelanjutan atau kredit ESG sebesar Rp 750,91 triliun atau tumbuh 11,89% secara tahunan (yoy).
Sebanyak Rp 51,5 triliun di antaranya disalurkan ke sumber daya alam dan lahan berkelanjutan, kendaraan hijau Rp 12,9 triliun, hingga energi terbarukan Rp 6 triliun.
Bank besar lain, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) telah menyalurkan kredit hijau Rp80 triliun, naik 8,5% yoy. Portofolio pembiayaan hijau BCA disalurkan ke proyek sumber daya alam dan lahan berkelanjutan Rp 63,3 triliun, transportasi berkelanjutan Rp 7,9 triliun, serta produk ramah lingkungan Rp 5,2 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Perang Bunga Kredit, Bank Rebutan Dana Murah
(mkh/mkh)
Sumber: www.cnbcindonesia.com
